Dicabutnya Nyawa Nabi Muhammad

Permusuhan Quraisy dan Konsekuensinya

Ketika para pembesar Quraisy merasa khawatir dengan jumlah kaum muslimin yang kian bertambah, mereka datang menghadap Abu Thalib paman dan pelindung Nabi saw dan meminta kepadanya untuk menahan dakwah yang dimulai oleh keponakannya itu. Suatu hari mereka meminta kepadanya supaya Muhammad saw diserahkan kepada mereka untuk mereka bunuh dan sebagai penggantinya, dia berhak mengambil 'Umarah bin Walid seorang pemuda tampan dan menurut keyakinan mereka juga pintar. Abu Thalib berkata, "Aku harus menyerahkan anakku untuk kalian bunuh dan aku mendidik anak kalian? Alangkah sulit tugas itu." [30]

Kaum Quraisy dikarenakan terikat perjanjian dengan kabilah-kabilah lain, mereka tidak dapat mencelakai Nabi secara jiwa, karena jika hal itu terjadi maka mereka akan berhadapan dengan Bani Hasyim, dan kemungkinan ada hal-hal lain yang dapat menimpa mereka yang mungkin akan mempersulit mereka. Oleh karena itu, pertentangan mereka kepada Nabi hanya sebatas menjelek-jelekkan Nabi dan mencelakainya saja. Namun sikap mereka kepada orang-orang yang baru masuk Islam yang tidak mempunyai pelindung, mereka benar-benar menyiksanya. [31]

Kaum Quraisy sekali lagi datang menghadap Abu Thalib dan mereka meminta kepadanya untuk mencegah anak saudaranya itu untuk tidak menindaklanjuti langkah yang telah ia ambil. Kemudian Abu Thalib menyampaikan hal tersebut kepada anak saudaranya itu dan Nabi saw menjawab:

Muhammad bin Abdillah bin Abdul Muththalib bin Hasyim (bahasa Arab:محمد بن‌عبداللّه بن‌عبدالمطّلب بن‌هاشم) lahir pada Tahun Gajah, bertepatan dengan tahun 570 di kota Makkah dan wafat pada 11 H/632 di kota Madinah. Nabi Besar Islam Muhammad saw termasuk dari salah seorang nabi Ulul Azmi dan sebagai nabi Allah yang terakhir, sebagai pengemban Alquran yang merupakan mukjizat utamanya. Ia mengajak umat manusia untuk berakhlak dan menyembah Allah Yang Esa. Ia adalah seorang pemimpin bijaksana, perintis syariat, pembaharu umat dan juga termasuk seorang panglima perang.

Walaupun ia lahir di tengah-tengah masyarakat Arab yang musyrik, namun selama hidupnya, ia senantiasa menjauhkan diri dari penyembahan patung-patung berhala serta menjaga dirinya dari perbuatan-perbuatan buruk yang pada saat itu menjadi tradisi dalam masyarakat Arab Jahiliyah, Sampai pada akhirnya, di saat ia berusia 40 tahun, Allah melantiknya menjadi seorang Nabi. Pesan terpentingnya adalah mengajak umat manusia untuk bertauhid dan menyempurnakan akhlak. Walaupun kaum Musyrikin Makkah selama bertahun-tahun berlaku buruk kepadanya dan menyiksa sebagian dari pengikutnya, namun ia dan para pengikutnya sama sekali tidak melepaskan diri dari Islam. Setelah selama 13 tahun berdakwah di Makkah, akhirnya ia berhijrah ke Madinah. Hijrahnya ke Madinah adalah awal permulaan penanggalan Islam. Ia di Madinah telah menghadapi beberapa peperangan dengan pihak kaum Musyrikin yang akhirnya kemenangan berada di tangan kaum Muslimin.

Nabi saw dengan usaha dan jerih payahnya telah mengubah masyarakat Arab Jahiliyah dalam waktu yang singkat menjadi masyarakat yang bertauhid. Di masa hidupnya hampir seluruh masyarakat di semenanjung Arab telah memeluk Islam sebagai agama mereka. Dan pada periode selanjutnya hingga kini perkembangan Islam semakin terus berlanjut dan kini menjadi sebuah agama yang mendunia dan terus berkembang. Nabi saw telah berpesan kepada kaum Muslimin bahwa sepeninggalnya, hendaklah mereka berpegang teguh pada Alquran dan Ahlulbaitnya (lihat:Hadis Tsaqalain) dan jangan sampai terpisah dari keduanya. Hal tersebut disampaikannya dalam berbagai kesempatan, di antaranya pada peristiwa Ghadir, saat Imam Ali as dilantik sebagai khalifah sepeninggalnya kelak.

Peperangan dan konflik di Madinah

Semenjak Nabi saw mengikat perjanjian Aqabah kedua dengan penduduk Madinah, telah diperkirakan bahwa pertempuran berdarah tak akan terelakkan lagi.[52] Perang pertama yang diikuti Rasulullah atau dikenal dengan ghazwah terjadi pada tahun kedua setelah hijrah di bulan Safar yang mana ghazwah tersebut dinamakan Abwa dan atau Waddan. Pada pengiriman pasukan kali ini tidak terjadi pertempuran. Setelah itu terjadi ghazwah Buwath pada bulan Rabi al-Awal yang juga tidak terjadi pertempuan di dalamnya. Pada Jumadil Awal diberitakan bahwa akan ada rombongan Quraisy yang dipandu oleh Abu Sufyan dari Mekah menuju Syam. Nabi menyusul mereka sampai ke tempat yang bernama Dzat al-'Asyirah namun rombongan itu sudah melewati tempat tersebut. Peperangan gazwah ini tidak memberikan hasil karena ada beberapa orang yang menjadi mata-mata musuh di dalam kota Madinah yang memberitahu tentang rencana-rencana Nabi saw dan sebelum pasukan bergerak, mata-mata itu menyampaikan diri mereka menuju rombongan musuh dan mereka diberitahu tentang bahaya yang akan menghadang. Dengan begitu para rombongan merubah haluan perjalanan mereka atau lebih mempercepat waktu perjalanan mereka.[53]

Akhirnya pada tahun kedua hijriah tersebut, terjadilah pertempuran militer yang sangat penting antara kaum muslimin dan kaum musyrikin. Dalam pertempuran yang dikenal dengan perang Badar, meskipun jumlah kaum muslimin lebih sedikit dari orang-orang Mekah, namun mereka mampu meraih kemenangan dan banyak dari kaum musyrikin yang tewas terbunuh dan menjadi tawanan dan selainnya melarikan diri.[54] Dalam perang ini Abu Jahal dan sebagian lainnya yang berjumlah kurang lebih 70an orang dari para pembesar dan keturunan para pembesar tewas dan sejumlah itu pula tertawan. Dan dari pihak muslimin hanya 14 orang yang syahid. Dalam peperangan Amirul Mukminin Ali as, selain pengorbanan-pengorbanan dan bantuan serta pertolongan yang beliau lakukan untuk Nabi saw, beliau juga membentengi pasukan Islam dan berhasil membunuh beberapa orang (36 atau 37 orang Quraisy terbunuh di tangannya) dari pejuang-pejuang Mekah yang terkenal dengan keberanian mereka dan dengan keberanian beliau jugalah kemenangan pasukan Islam berhasil diraih.[55]

Sumber-sumber Riwayat dari Nabi saw

Menurut akidah orang-orang Syiah, prinsip pertama adalah riwayat-riwayat para imam dari sisi kehujahannya sama dengan riwayat-riwayat Nabi yang mulia saw dan harus berpegang teguh dengannya, dan dari sisi ini tidak ada perbedaan di antara riwayat-riwayat tersebut. Oleh karena itu, Kutub al-Arba'ah (empat kitab seperti Usul al-Kāfi, al-Tahdzib, Man Lā Yahduruhu al-Faqῑh dan al-Istibshār) sebagai sumber dasar hadis-hadis Syiah, mencegah adanya pemilahan antara sabda-sabda Nabi saw dan para imam as, dan dalam berbagai tema telah dinukil riwayat-riwayat yang bermacam-macam dari mereka.

Meski demikian, masih ada sumber-sumber yang mengumpulkan kumpulan hadis dari sabda-sabda Rasulullah atau mengkhususkan sebuah bab terpisah untuk hadis-hadis nabi saw. Di antara sumber-sumber tersebut yang dapat disebutkan di sini adalah:

Biodata Nabi Muhammad Saw

Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam berumrah sebanyak 4 kali setelah Hijrah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berhaji itu sekali yaitu Haji Wada’ pada tahun 10 Hijriyah.

*Catatan dari Tahdzib As-Sirah An-Nabawiyyah: Empat kali umrah adalah tiga di bulan Dzulqa’dah yaitu umrah Hudaibiyyah, umrah Qadha’, dan umrah dari Ji’ranah setelah membagi-bagi harta rampasan perang Hunain. Sedangkan keempatnya bersamaan dengan haji.

11. Setelah itu beliau jatuh sakit dan beliau wafat pada usia 63 tahun yang bertepatan pada hari Senin, 12 Rabi’ul Awal tahun 11 Hijriyah di waktu dhuha.

Istri-Istri Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam

Istri Nabi Muhammad shallallahu ’alaihi wa sallam ada 11. Dua di antaranya wafat sebelum Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam yaitu Khadijah binti Khuwailid dan Zainab binti Khuzaimah. Sembilan lainnya wafat setelah beliau shallallahu ’alaihi wa sallam yaitu:

5. Ummu Habibah (Ramlah)

6. Zainab binti Jahsy

Budak wanita milik beliau ada empat, di antaranya adalah Mariyah Qibthiyyah.

Urutan tahun pernikahan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan istri-istrinya:

*Disebutkan dalam Al-Bidayah wa An-Nihayah tahun 5 Hijriyah, walaupun ada yang mengatakan tahun 7 H.

Putra dan Putri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam

Anak-anak beliau shallallahu ’alaihi wa sallam berjumlah tujuh, tiga laki-laki wafat saat kecil, yaitu:

Empat di antaranya perempuan, mereka adalah

1. Zainab, menikah dengan Abul ‘Ash bin Rabi’

2. Ruqayyah, menikah dengan Utsman bin ‘Affan

3. Ummu Kultsum, menikah dengan Utsman setelah wafat Ruqoyyah

4. Fatimah, menikah dengan Ali bin Abi Thalib

Semua anak beliau berasal dari Khadijah radhiyallahu ‘anha kecuali Ibrahim yang ibunya adalah Mariyah Qibthiyyah.

Keluarga Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam

Paman-paman beliau shallallahu ’alaihi wa sallam ada 11 orang. Di antaranya Hamzah, Abbas, dan Abu Thalib. Bibi-bibi beliau ada 6 orang, di antaranya adalah Shafiyyah, Ibu Zubair bin Awwam. Saudara laki-laki dari ibu Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam ada tiga orang dan saudara perempuan dari ibu ada seorang.

Perang Penting di Masa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam

Ada 27 perang yang diikuti oleh Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam (disebut: ghazwah), perang yang paling penting adalah:

1. Perang Badar Al-Kubra (2 H)

3. Perang Khandaq/ Ahzab (5 H)

4. Perang Hudaibiyah (6 H)

5. Perang Fathu Makkah (8 H)

6. Perang Tabuk (9 H)

Selain itu ada sariyyah (perang yang tidak dihadiri oleh Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam) ada 35 perang.

Nabi Muhammad SAW adalah keturunan bani Hasyim dari suku Quraisy. Menurut sejumlah Sirah Nabawiyah, nama Nabi Muhammad SAW berasal dari kakeknya, Abdul Muthalib.

Nama "Muhammad", sendiri berarti orang yang terpuji. Pada saat itu nama tersebut belum pernah dipakai oleh orang-orang Arab pada masa pra-Islam.

Nabi Muhammad SAW mempunyai nama lengkap Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muthalib bin Hasyim bin Abdi Manaf bin Qushayi bin Kilab bin Murrah bin Ka'ab bin Luayy bin Ghalib bin Fihr bin Malik bin Nadhar bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Ilyas bin Mudhar bin Nizhar bin Ma'ad bin Adnan dan selanjutnya hingga bertemu garis keturunan dari Nabi Ismail AS.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Hal tersebut disebutkan dalam buku Hidup bersama Rasulullah Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam karya Daeng Naja.

Sementara itu, merujuk dari buku Sejarah & Kebudayaan Islam Periode Klasik (Abad VII-XII M) karya Faisal Ismail, pilihan nama Muhammad yang diberikan oleh Abdul Muthalib kepada cucu tercinta sangat tepat, cocok, dan fenomenal.

Dikisahkan dalam buku tersebut, ketika banyak orang Quraisy yang bertanya kepada Abdul Muthalib mengapa ia memberi nama cucunya Muhammad, ia menjawab "Agar cucuku menjadi orang terpuji di langit di sisi Tuhan, dan terpuji di kalangan manusia di bumi."

Sementara itu, masih dalam buku yang sama menjelaskan bahwa kaum orientalis Barat generasi awal seperti Ignaz Goldziher, Theodor Noldeke, dan G. Well yang dengan maksud tendensius mengatakan bahwa nama asli Nabi Muhammad SAW bukanlah "Muhammad" melainkan Qusam atau Qutsamah.

Namun, pendapat ini tidak dibenarkan oleh para ulama. Sebab, riwayatnya palsu dan tidak jelas, sebagaimana dikatakan dalam buku an-Nabiy Muhammad, Insaniyah al-Insan wa Nabiy al-Anbiya karya Abdul Karim al-Khathib dan diterjemahkan oleh Jamaluddin.

Dalam jurnal berjudul Kajian Morofologis Nama-Nama Nabi Muhammad dalam Al-Qur'an karya Nabilatul Ulya juga menjelaskan mengenai nama-nama lain dari Nabi Muhammad SAW. Dijelaskan bahwa sosok nabi Muhammad SAW dinyatakan dalam sejumlah sebutan. Paling tidak, ada lima sebutan sosok Nabi Muhammad SAW dalam Al-Qur'an, yaitu Ahmad, Muhammad, Rasul, Nabi, dan Basyar (manusia biasa).

Masing-masing sebutan tersebut mempunyai karakteristik yang dapat membedakan antara sebutan satu dengan sebutan lainnya. Meski demikian, harus diakui juga bahwa masing-masing antara sebutan tersebut tidak dapat dipisahkan antara satu dari lainnya, karena kelima sebutan tersebut tetap bermuara pada satu objek, yakni sosok Muhammad SAW.

Nama lain Nabi Muhammad SAW tersebut turut dijelaskan dalam sejumlah hadits. Salah satunya dari Jubair bin Muth'im RA yang mengatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda,

"Sungguh aku mempunyai beberapa nama. Aku adalah Muhammad, aku adalah Ahmad, aku adalah Al-Mahi (yang menghapus) yang denganku Allah menghapus kekafiran, aku adalah Al-Hasyir (yang mengumpulkan), yang manusia dikumpulkan pada qodam-ku (masa kenabianku), aku adalah Al-'Aqib (yang paling belakangan) yang tidak ada kerasulan sesudah itu." (HR Bukhari dan Muslim)

Selain itu, dalam riwayat yang berasal dari Abu Musa Al-Asy'ari RA ia berkata, "Dahulu Rasulullah SAW memperkenalkan dirinya pada kami dengan beberapa nama. Beliau berkata:

"Aku adalah Muhammad, Ahmad, Al-Muqaffi (mengikuti nabi sebelumnya), Al-Hasyir (yang mengumpulkan), Nabiyyut taubah, dan Nabiyyur Rahmah." (HR Muslim)

Banyak para ulama yang berbeda pendapat mengenai jumlah nama-nama Nabi Muhammad SAW, Ibnu Dihyah dalam kitab karangannya, berkata: Sebagian ulama berpendapat bahwa, jumlah nama-nama Nabi SAW itu sama seperti jumlah asmaul husna.

'Athif Qosim Amin al-Maliji dalam kitabnya, Asma' Nabi Fii al-Qur'an wa as-Sunnah‛, memaparkan nama-nama nabi itu adalah Muhammad, Ahmad, 'Abdullah, al-Ummi, ar-Rahiim, al-Basyir, asy-Syaahid/asy- Syahiid, an-Nadzir, ad-Da'i ila Allah, al-Muballigh, al-Hanif, al-Mahi, Rasul al-Malahim, al-Hasyir, Nabi at-Taubah, an-Nur, as-Sirojul Munir, al-Musthofa, al-Mudatstsir, al-Muzammil, ath-Thahir, al-Muthahar, al-Muthahir, al-Mutawakkal, al-Amin, ash-Shadiq, Thaha, al-Jami', al-Wali, al-Fatih, al-Hadi, Shohibul Kautsar.

Nabi Muhammad SAW disebut memiliki 7 orang anak. Dikutip dari Sirah Nabawiyah karya Abdul Hasan 'Ali al-Hasani an-Nadwi, enam anak Rasulullah lahir dari istri pertama, Siti Khadijah. Putra pertama Rasulullah dari Siti Khadijah adalah Qashim yang lahir sebelum era kenabian dan wafat saat berusia 2 tahun. Kemudian lahirlah Abdullah yang wafat saat masih kecil. Setelah itu dari Siti Khadijah lahirlah Zaenab, Ruqayah, Ummi Kultsum dan Fatimah.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Satu anak Rasulullah lahir dari Mariyah al-Qibthiyah yakni Ibrahim. Namun Ibrahim meninggal dunia saat berusia 17 bulan. Saat Ibrahim lahir sebagaimana tradisi Arab pada saat itu, Nabi Muhammad kemudian mencari ibu susuan untuk anaknya itu.

Rasulullah akhirnya memilih Khualah binti Mundzir bin Zaid dari Najjar, istri Barra' bin Aus dan ibu Bardah, untuk menyusui Ibrahim. Sejak itu, Nabi Muhammad dan Ibrahim tinggal terpisah. Nabi Muhammad di samping Masjid Nabawi, di tengah-tengah Kota Madinah, sementara Ibrahim bersama ibu susuannya di dataran tinggi Madinah.

Namun setiap hari Nabi mengunjungi putranya itu. Beliau singgah beberapa saat di rumah Khaulah, mengajak Ibrahim bercanda dan berbicara lembut. Sayang Ibrahim wafat selagi masih kecil.

Rasulullah sangat menyayangi

. Sang penghulu Rasul dan Nabi yang mendapat julukan Al Amin itu akan bersedih, terguncang hatinya, bahkan sampai menitikkan air mata begitu putra-putranya dipanggil Allah SWT.

Diriwayatkan oleh Muslim dalam Shihahnya dari Asma binti Yazid bin as-Sakan, Rasulullah sangat bersedih saat Ibrahim wafat. "Mata berlinang mengeluarkan air mata dan hati menjadi sedih. Kami tidak dapat mengatakan sesuatu yang membuat Tuhan murka. Kami sedih kerenamu, wahai Ibrahim," kata Rasulullah.

Terkait putri Rasulullah, Zainab menikah dengan Abu al-Ash bin al-Rabi', keponakan Rasulullah dari keturunan Khadijah. Kedua, Fatimah yang menikah dengan Ali bin Abi Thalib. Lalu Ruqayyah dan terakhir Ummu Qultsum yang menikah dengan Utsman bin Affan.Kepribadian Rasulullah yang bersahaja disebut diwarisi oleh Fathimah. Anak Nabi Muhammad itu tetap tampil sederhana, dengan segenap kebesaran dan kemewahan jiwanya.

Nabi Muhammad SAW memiliki tiga putra dari pernikahannya. Beliau memberikan nama-nama yang berarti baik lagi mulia. Namun, atas ketetapan dan kuasa Allah SWT, ketiganya meninggal ketika masih kecil.

Merangkum buku Sejarah Agung Hasan dan Husain yang disusun oleh Ukasyah Habibu Ahmad, terdapat perbedaan pendapat di kalangan para ulama dan sejarawan muslim mengenai jumlah istri Rasulullah SAW. Namun, pendapat yang paling banyak disepakati ialah 12 orang.

Mereka adalah Khadijah binti Khuwailid RA, Saudah binti Zam'ah RA, Aisyah binti Abu Bakar RA, Hafshah binti Umar RA, Zainab binti Khuzaimah RA, Ummu Salamah binti Abu Umaiyah RA, Zainab binti Jahzi RA, Juwairiyah binti al-Harits RA, Ummu Habibah binti Abu Sufyan RA, Shafiyah binti Huyai RA, Mariyah al-Qibthiyah RA, dan Maimunah binti al-Harits RA.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dari istri-istri tersebut, Rasulullah dikaruniai tujuh orang anak yang terdiri atas tiga anak laki-laki dan empat anak perempuan. Putra dan putri beliau adalah Qasim RA, Abdullah RA, Zainab RA, Ruqayyah RA, Ummu Kultsum RA, Fatimah RA, dan Ibrahim RA.

Keenam putra dan putri beliau lahir dari rahim Sayyidah Khadijah binti Khuwailid RA. Sementara itu, satu orang putra lahir dari rahim Sayyidah Mariyah al-Qibthiyah RA, yakni Ibrahim RA.

Qasim atau Al-Qasim terlahir sebelum Rasulullah diangkat menjadi nabi dan rasul. Namun, pada usia sekitar 2 tahun kematian menjemputnya. Di masa yang sama, lahir Zainab. Setelah dewasa, Zainab menikah dengan Laqih yang bergelar Abul Ash bin Rabi.

Adapun Abdullah atau yang dijuluki dengan gelar Ath-Thayyib dan At-Thahir juga lahir pada masa pra kenabian, meski dalam riwayat lain disebutkan bahwa Abdullah dilahirkan pasca Rasulullah diangkat sebagai nabi dan rasul.

Sama halnya dengan Qasim, Abdullah juga meninggal pada waktu masih bayi sehingga tidak banyak catatan yang tertinggal tentangnya. Disebutkan dalam buku Samudra Keteladanan Muhammad oleh Nurul H. Maarif bahwa Abdullah wafat ketika Rasulullah masih berada di Mekkah.

Sementara itu, putra Rasulullah yang bernama Ibrahim, yang juga satu-satunya anak kandung beliau yang lahir selain dari rahim Khadijah, lahir di bulan Dzulhijjah pada tahun ke-8 H. Hal tersebut sebagaimana yang tercantum dalam buku Manajemen Cinta Sang Nabi Muhammad SAW yang ditulis oleh Sopian Muhammad.

Dalam beberapa riwayat disebutkan bahwa Ibrahim wafat sejak masih kecil, yakni ketika masih beberapa bulan. Menurut riwayat yang berbeda, Ibrahim wafat pada umur 2 tahun. Meskipun kebersamaan Rasulullah bersama Ibrahim sangat singkat, tetapi kehadiran putra bungsunya memberikan kebahagiaan dalam kehidupan keluarga beliau.

Nabi Muhammad diutus oleh Allah sebagai rasul dan nabi terakhir. Hal tersebut termaktub dalam Al-Qur'an surat Al Ahzab ayat 40,

مَا كَانَ مُحَمَّدٌ اَبَآ اَحَدٍ مِّنْ رِّجَالِكُمْ وَلٰكِنْ رَّسُوْلَ اللّٰهِ وَخَاتَمَ النَّبِيّٖنَۗ وَكَانَ اللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمًا ࣖ

Artinya: Muhammad itu bukanlah bapak dari seseorang di antara kamu, tetapi dia adalah utusan Allah dan penutup para nabi. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.

Syahruddin El-Fikri menyebutkan dalam bukunya Situs-Situs dalam Al-Qur'an: Dari Peperangan Daud Melawan Jalut Hingga Gua Ashabul Kahfi bahwa Ibnu Abbas, sahabat sekaligus mufassir terkemuka di zaman nabi mengomentari ayat tersebut dengan menafsirkan firman Allah sebagai salah satu bentuk kekuasaan Allah Yang Maha Mengetahui.

Allah tidak menjadikan salah satu anak Nabi Muhammad sebagai nabi dan rasul karena sejatinya Allah berkehendak Nabi Muhammad sebagai nabi terakhir. Tidak sama seperti nabi-nabi dari zaman sebelumnya yang merupakan ayah dan anak.

Berdasarkan logika tersebut, Ibnu Abbas mengaitkan bukti sejarah bahwa putra-putra Rasulullah wafat di usianya yang masih amat belia. Apabila putra-putra Rasulullah hidup sampai dewasa, tidak mustahil jika di kemudian hari orang-orang akan mendewakan salah satunya dan mengangkatnya sebagai nabi.

Namun, karena ketetapan dan kekuasaan Allah, putra-putra Rasulullah pun kembali ke sisi-Nya. Allah telah menetapkan takdir mereka dengan tidak menjadikan salah satu di antara mereka hidup hingga dewasa. Hal itulah yang mempertegas bahwa Rasulullah adalah nabi sekaligus rasul terakhir yang diutus oleh Allah.

Imam Al-Bukhari meriwayatkan dari Ibn Abi Aufa, dia berkata, "Putra Nabi Muhammad SAW meninggal dunia ketika masih kecil. Seandainya setelah Nabi Muhammad SAW itu akan diutus nabi lagi, maka dialah yang akan menjadi penggantinya (putra Nabi Muhammad SAW). Namun, setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW tidak akan ada nabi lagi setelahnya."

Itulah nama-nama ketiga putra Nabi Muhammad yang meninggal di usia mereka yang masih kecil. Dengan mengetahui kebenarannya, semoga umat muslim dapat semakin mengimani bahwa Rasulullah merupakan nabi dan rasul terakhir.

Baiat 'Aqabah Pertama

6 orang dari kabilah Khazraj di tahun ke 11 kenabian, menemui Nabi pada musim haji dan Nabi menawarkan ajaran agamanya kepada mereka. Kemudian mereka mengikat janji dengan Nabi saw untuk menyampaikan pesan Muhammad saw kepada penduduk masyarakatnya. Dan pada tahun berikutnya, ketika musim haji 12 orang dari penduduk Madinah berbaiat kepada Nabi Muhammad saw di sebuah tempat yang bernama Aqabah. Baiat mereka berisikan beberapa hal berikut: Mereka tidak menyekutukan Tuhan, tidak mencuri, tidak berzina dan tidak membunuh anak-anak mereka, tidak menuduh seseorang, menaati segala perbuatan baik yang diperintahkan Muhammad saw. Nabi saw mengutus seorang da'i bernama Mus'ab bin Umair untuk datang ke Yatsrib bersama mereka, dengan tujuan untuk mengajarkan Alquran kepada penduduk setempat dan menyeru mereka untuk memeluk agama Islam. Sekaligus ingin mengetahui keadaan kota dan sebesar mana sambutan penduduk Yastrib terhadap Islam. [38]

Tahun 13 dari kenabian, pada musim haji, 73 orang terdiri dari laki-laki dan perempuan dari kabilah Khazraj, setelah menyelesaikan manasik haji, mereka berkumpul di Aqabah. Rasulullah bersama dengan pamannya, Abbas bin Abdul Muththalib datang ke hadapan mereka.

Para ahli sejarah menulis bahwa:

Mereka dalam menjawab pernyataan Abbas berkata:

Nabi saw kemudian membaca beberapa ayat dari Alquran dan kemudian berkata, "Aku akan berbaiat dengan kalian bahwa kalian akan melindungiku seperti salah satu orang dari kalian."

Para delegasi dari penduduk Madinah berbaiat kepadanya dan berikrar bahwa mereka memusuhi orang yang memusuhi Rasulullah, dan mencintai orang yang mencintainya. Merekapun bertekad. Siapapun yang memerangi Rasulullah, mereka akan bangkit memeranginya.

Dengan demikian, baiat tersebut disebut dengan baiat al-Harb. Maka setelah pembaiatan tersebut, Nabi memberikan izin kepada kaum muslimin untuk pergi ke kota Yatsrib. Dalam sejarah Islam, mereka yang datang dari Mekah ke Madinah dikenal dengan sebutan Muhajirin dan mereka yang berada di Madinah menyambut kedatangan para muhajirin dinamakan kaum Anshar. [39]

Haji Terakhir Nabi saw dan Ghadir Khum

Nabi di bulan Dzulkaidah tahun ke-10 h telah berencana untuk melaksanakan haji terakhirnya. Dalam perjalanan inilah Rasulullah mengajarkan hukum-hukum haji kepada masyarakat. Sebelum Islam, Quraisy membuat beberapa keistimewaan untuk diri mereka sendiri. Selain mereka menjadi juru kunci Kakbah, pembuat tirai Kakbah, penerima tamu dan pemberi minum para jemaah haji, mereka juga membedakan diri mereka dari kabilah-kabilah lain dalam tata cara ziarah ke Baitullah. Dalam perjalanan ini Rasulullah menghapus apa yang dianggap istimewa oleh Quraisy untuk diri mereka dalam berziarah ke Baitullah sementara orang lain mereka halangi dari keistimewaan tersebut. Salah satu dari keistimewaan-keistimewaan tersebut adalah di masa jahiliyah masyarakat beranggapan bahwa tawaf harus dengan kain suci dan kain itu bisa suci jika diambil dari Quraisy. Jika Quraisy tidak memberikan kain tawaf tersebut, dia harus tawaf secara telanjang. Keistimewaan lainnya adalah bahwa Quraisy tidak seperti jemaah-jemaah haji yang ada yang memulai amalan hajinya dari padang Arafah akan tetapi mereka memulai amalan hajinya dari Muzdalifah dan ini merupakan suatu kebanggaan bagi mereka. Alquran menghapus keistimewaan ini dengan ayat:

Dan masyarakat melihat Muhammad saw memulai hajinya dari Arafah sebagaimana masyarakat yang ada, padahal beliau termasuk dari Quraisy. Dalam perjalanan haji ini pula beliau berkata: Wahai masyarakat, aku tidak tahu apakah dapat melihat tahun mendatang atau tidak. Wahai masyarakat, setiap darah yang tertumpah di masa jahiliyah telah aku lupakan. Harta dan darah kalian telah diharamkan satu dengan yang lainnya, hingga kalian bertemu dengan Tuhan kalian.

Pengkhianatan Kaum Munafik dan Kaum Yahudi Madinah

Meskipun kebanyakan dari penduduk kota Yatsrib sudah menjadi muslim atau sepakat dengan nabi, namun lantas tidak demikian bahwa kota dan sekelilingnya secara serentak patuh dan tunduk mengikuti semua kehendaknya. Abdullah bin Ubay yang sebelumnya sudah dipersiapkan untuk dijadikan sebagai orang yang akan memimpin kota tersebut yang dengan sampainya Muhammad saw ke kota Yatsrib kedudukan tersebut gagal dia raih, tidak berpangku tangan. Walaupun secara lahir dia menampakkan keislamannya, namun dalam kesunyiannya dia telah melakukan sebuah konspirasi terhadap Muhammad saw dan kaum muslimin dan telah menjalin hubungan rahasia dengan kaum Yahudi Madinah. [46]

Kelompok pertama ayat-ayat madani Alquran menyebut kelompok ini sebagai kaum munafik, yang menimbulkan berbagai kesulitan pada kemulusan perjalanan dakwah Nabi dan kaum muslimin. Usaha kelompok ini lebih sulit dari kaum musyrikin dan kaum Yahudi, karena keberadaan mereka di sisi kaum muslimin disebut sebagai muslim dan Nabi tidak dapat memerangi mereka, karena mereka secara lahiriyah dihukumi sebagai muslim. [47] Ayat-ayat Alquran terkadang mengancam mereka bahwa Allah dan rasul mengetahui apa yang ada dalam hati mereka. Dan sesungguhnya mereka tahu bahwa kalian menjadikan kaum muslimin sebagai tameng untuk keselamatan diri kalian:

إِذَا جَاءَكَ الْمُنَافِقُونَ قَالُوا نَشْهَدُ إِنَّكَ لَرَ‌سُولُ اللَّـهِ ۗ وَاللَّـهُ يَعْلَمُ إِنَّكَ لَرَ‌سُولُهُ وَاللَّـهُ يَشْهَدُ إِنَّ الْمُنَافِقِينَ لَكَاذِبُونَ

Pembangkangan Abdullah di jalan Islam hingga akhir hayatnya (tahun ke-9) terus berlanjut. Orang-orang Yahudi yang meskipun dalam surat perjanjian Madinah memiliki hak-hak hingga merekapun mendapatkan bagian dari ghanimah atau keuntungan perang, yang mana pada mulanya mereka menunjukkan kesepakatannya kepada kaum muslimin bahkan beberapa orang dari mereka juga ada yang masuk Islam, namun pada akhirnya, mereka menampakkan kebencian mereka terhadap Islam. Dan faktor kebencian itu adalah bahwa mereka yang pada sebelumnya pernah menguasai perekonomian Yatsrib dengan cara bekerjasama dengan orang-orang Arab badui dan kaum musyrikin dalam perdagangan dan jual beli dan mereka berharap dengan terpilihnya Abdullah bin Ubay sebagai pemimpin Madinah, pengaruh perekonomian mereka akan lebih berkembang; namun dengan tibanya Muhammad saw ke kota ini ditambah dengan perkembangan Islam, telah menghalangi pengaruh tersebut.

Selain itu, orang-orang Yahudi tidak pernah mengenal dan menganggap seseorang yang bukan dari keturunan Yahudi sebagai nabi. Oleh sebab itu, sedikit demi sedikit mereka mulai menampakkan pembangkangan mereka kepada Muhammad saw. Nampaknya Abdullah bin Ubay juga memiliki pengaruh dalam menggerakkan mereka. Orang-orang Yahudi berkata: "Nabi yang dulu kita tunggu-tunggu kedatangannya bukanlah Muhammad" dan mereka mengetengahkan Taurat dan Injil kepada kaum muslimin di hadapan ayat-ayat Alquran sambil berkata: "Apa yang dikatakan Alquran berbeda dengan apa yang ada dalam kitab-kitab kami." Dan turunlah beberapa ayat dari Alquran mengenai hal tersebut, yang dengan turunnya ayat tersebut, terbukti bahwa Taurat dan Injil adalah dua kitab yang sudah diubah untuk sepanjang masa, yang mana tokoh ulama Yahudilah yang mengubah ayat-ayat tersebut supaya kedudukan dan posisi mereka tetap terjaga.

Akhirnya, Alquran sekaligus memutus hubungan Islam dengan Yahudi dan Nashara (kristen) dan juga supaya memberi pemahaman kepada penduduk Arab bahwa mereka yaitu kaum muslimin dibandingkan kaum Yahudi adalah sebuah umat yang terpisah, dikatakan bahwa: Kaum Arab berada di atas agama Ibrahim dan Ibrahim adalah kakek tertinggi Israil.

يَا أَهْلَ الْكِتَابِ لِمَ تُحَآجُّونَ فِي إِبْرَاهِيمَ وَمَا أُنزِلَتِ التَّورَاةُ وَالإنجِيلُ إِلاَّ مِن بَعْدِهِ أَفَلاَ تَعْقِلُونَ . هَاأَنتُمْ هَؤُلاء حَاجَجْتُمْ فِيمَا لَكُم بِهِ عِلمٌ فَلِمَ تُحَآجُّونَ فِيمَا لَيْسَ لَكُم بِهِ عِلْمٌ وَاللّهُ يَعْلَمُ وَأَنتُمْ لاَ تَعْلَمُونَ.مَا كَانَ إِبْرَاهِيمُ يَهُودِيًّا وَلاَ نَصْرَانِيًّا وَلَكِن كَانَ حَنِيفًا مُّسْلِمًا وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ

Semenjak Nabi saw masuk ke Madinah hingga 17 bulan, ketika salat ia menghadap ke arah Masjid al-Aqsha. Orang-orang Yahudi berkata: Muhammad tidak mempunyai kiblat sehingga kami mengajarinya. Rasulullah saw merasa tersinggung dari peringatan tersebut.

Pada suatu hari ia mendirikan salat zuhur di masjid Bani Salmah, pada bulan Sya'ban tahun kedua hijriah, di pertengahan salat sebuah ayat turun kepadanya:

﴾ قَدْ نَرَى تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِي السَّمَاءِ فَلَنُوَلِّيَنَّكَ قِبْلَةً تَرْضَاهَا فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَحَيْثُ مَا كُنْتُمْ فَوَلُّوا وُجُوهَكُمْ شَطْرَهُ وَإِنَّ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ لَيَعْلَمُونَ أَنَّهُ الْحَقُّ مِنْ رَبِّهِمْ وَمَا اللَّهُ بِغَافِلٍ عَمَّا يَعْمَلُونَ﴿

Dalam keadaan seperti itu nabi saw menghadapkan wajahnya dari Baitul Makdis ke arah Kakbah. Dan kemudian masjid ini dalam sejarah Islam dikenal dengan masjid al-Qiblatain. Pergantian kiblat dari masjid al-Aqsha mengarah ke Mekah sangat merugikan kaum Yahudi dan Munafik. Hal ini dapat dibuktikan dengan kritikan mereka kepada kaum muslimin; mengapa sampai kini ketika mendirikan salat masih menghadap ke masjid al-Aqsha dan sekarang kiblat kalian berganti. Ayat berikut ini turun sebagai jawaban kepada orang-orang yang mengkritik:

Nasab, Julukan dan Gelar

Silsilah keluarga Nabi saw

Muhammad bin Abdillah bin Abdul Muththalib (Syaibah al-Hamd,'Amir) bin Hasyim ('Amr al-'Ula) bin Abdu Manaf (Mughirah) bin Qushai (Za'id) bin Kilab (Hakim) bin Murrah bin Ka'ab bin Luay bin Ghalib bin Fihr (Quraisy) bin Malik bin Nadhr (Qais) bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah ('Amr) bin Ilyas bin Mudhir bin Nizar (Khuldan) bin Ma'adda bin Adnan. Salam atas mereka. [1] Ibu Nabi Besar Islam adalah Aminah binti Wahb bin Abdu Manaf bin Zuhrah bin Kilab. Alamah Majlisi berkata, Syiah Imamiyah sepakat secara ijma' atas keimanan Abu Thalib, Aminah binti Wahab dan Abdullah bin Abdul Muththalib dan kakek buyut Rasulullah sampai Nabi Adam as. [2]

Nama-nama panggilan Nabi besar Islam adalah Abul Qasim dan Abu Ibrahim. [3] Sebagian gelar-gelarnya adalah: al-Musthofa, Habibullah, Shafiullah, Ni'matullah, Khairu Khalqillah, Sayidul Mursalin, "Khatam al-Nabiyin", "Rahmatan lil Alamin" dan Nabi al-Ummi. [4]

Peristiwa Ghadir Khum

Dalam perjalanan pulang ke Madinah, Nabi turun di sebuah tempat daerah Juhfah yang tempat tersebut adalah jalan perpisahan warga Mesir, Hijaz dan Irak. Di sebuah lembah yang dikenal dengan nama Ghadir Khum, perintah Allah sampai kepada beliau supaya beliau melantik Ali as sebagai penggantinya dan dengan ibarat yang lebih jelas adalah nasib pemerintahan Islami harus sudah jelas setelah keberangkatan Nabi saw. Rasulullah dalam perkumpulan kaum muslimin yang para ahli sejarah menulis jumlah mereka sekitar antara 90 sampai 100 ribu orang, Nabi mendeklarasikan dan bersabda:

Setelah kepulangan Nabi dari ibadah haji, sementara Islam semakin hari semakin terlihat kuat dan perkasa. Kesehatan Rasulullah pun terancam, namun dengan adanya sakit yang dia derita, Nabi masih tetap mempersiapkan sebuah pasukan yang dipimpin oleh Usamah bin Zaid untuk membalas kekalahan kaum muslimin di perang Mu'tah. Namun sebelum pasukan ini pergi untuk menjalankan perintah tersebut, Rasulullah saw telah pergi menemui Tuhannya. Dan disaat beliau pulang keharibaan-Nya, persatuan Islam telah terealisasi di seluruh semenanjung jazirah Arab dan Islam dibawa ke perbatasan pintu masuk dua kaisar agung Iran dan Romawi.

Pada permulaan tahun ke-11 H, Nabi terserang sakit dan kemudian wafat. Ketika sakitnya Nabi sudah mulai parah, ia naik ke mimbar dan berpesan kepada kaum muslimin supaya mereka saling kasih sayang dengan sesama mereka dan ia berkata: Jika seseorang mempunyai hak padaku maka ambillah atau halalkan dan jika seseorang merasa aku telah mengganggunya, sekarang aku siap untuk menerima balasan.[82]

Menurut penukilan Shahih Bukhari, salah satu dari buku-buku Ahlusunah yang paling penting, pada hari-hari terakhir kehidupan Rasulullah, ketika sekelompok sahabat pergi berkunjung, beliau berkata: Bawalah sebuah pena dan kertas untuk aku tulis sesuatu untuk kalian, yang dengannya kalian tidak akan pernah tersesat. Beberapa orang dari para hadirin mengatakan: penyakit ini telah mengalahkan Nabi saw (dan dia mengigau) dan kami telah memiliki Alquran dan itu sudah cukup bagi kami. Terdengar huru-hara dan pertengkaran di tengah-tengah para hadirin, beberapa orang dari mereka berkata: "Bawakan kepada Nabi supaya beliau menulis dan sebagian lainnya mengatakan hal yang lain lagi, Nabi saw berkata:" Bangun dan pergilah kalian dari hadapanku. "[83] Di dalam buku Shahih Muslim, yang juga merupakan salah satu buku yang paling penting dari Ahlusunah, seseorang yang menentang kata-kata Nabi diperkenalkan bahwa dia adalah Umar bin Khattab. Dalam buku yang sama, sebagaimana halnya Sahih Bukhari, Ibnu Abbas senantiasa terus menyayangkan kejadian ini dan menganggapnya sebagai bencana yang besar. [84]

Nabi saw wafat pada tanggal 28 Safar tahun 11 H/632, atau dalam sebuah riwayat pada tanggal 12 Rabiul Awwal pada tahun yang sama di usianya yang ke-63. Sebagaimana yang tertulis di dalam buku Nahjul Balaghah, ketika ajal Nabi datang, kepalanya berada di antara dada dan leher Imam Ali as.[85]

Dan ketika itu, di antara putra-putri beliau yang hidup hanya Sayidah Fatimah sa. Putra-putranya yang lain yang di antaranya adalah Ibrahim yang lahir satu atau dua tahun sebelum beliau wafat, semua telah meninggal dunia. Jasad suci Nabi saw dimandikan dan dikafani oleh Imam Ali as dan dibantu dengan beberapa orang dari keluarganya dan ia dimakamkan di dalam rumahnya yang sekarang berada di dalam Masjid al-Nabawi.

Sementara Ali bin Abi Thalib as dan Bani Hasyim masih sedang mengurus acara pemakaman Nabi, sebagian orang dari para pemimpin kaum tidak memberikan perhatian pada omongan Rasulullah yang telah beliau sampaikan dua bulan yang lalu (lihat: peristiwa Ghadir) dan mereka berpikir bahwa mereka harus menentukan taklif pemimpin umat. Sebagian dari penduduk Mekah (Muhajirin) dan Madinah (Anshar) mengadakan pertemuan di sebuah tempat yang terkenal dengan nama Saqifah Bani Sa'idah. Mereka berkehendak secepatnya untuk memilih seorang pemimpin untuk kaum muslimin. Adapun siapa yang akan dipilih, mereka saling berbincang dan berdebat.[86] Setiap satu dari dua belah pihak Muhajir dan Anshar mereka sendiri merasa lebih pantas dari yang lainnya. Penduduk Mekah berkata: Islam muncul di kota dan di tengah-tengah kami; Nabi dari kaum kami; Kami adalah keluarganya; kami lebih dahulu menerima agama ini di banding kalian, oleh karena itu kepemimpinan kaum muslimin harus dari para Muhajir. Anshar berkata: Penduduk Mekah tidak menerima ajakan Muhammad saw. Dengannya mereka tidak bertindak baik dan bahkan memusuhinya; sebagaimana mereka mampu mengusiknya sehingga dengan terpaksa dia meninggalkan Mekah dan datang ke sisi kami Yatsrib; oleh karena itu, kami dululah yang menolongnya dan kamilah yang memarakkan Islam, oleh karena itu kepemimpinan kaum muslimin harus dipilih dari Anshar. Sebagian orang dari Anshar sudah merasa puas jika urusan pemerintah diurus oleh kedua belah pihak Muhajir dan Anshar dan mereka berkata: Dari kami seorang pemimpin dan dari Muhajirin seorang pemimpin. Akan tetapi Abu Bakar tidak setuju dengan pendapat tersebut dan berkata: Langkah semacam ini akan merusak persatuan umat Islam. Pemimpin dari kami dan para pejabat pembantu dipilih dari kalangan Anshar dan tanpa persetujuan mereka segala urusan tidak sah dan kemudian menukil sebuah riwayat dari Nabi saw yang berkata:

Riwayat ini diambil dari banyak hadis, walaupun dari segi teks dan sanadnya (dengan ibarat semacam ini) dapat didiskusikan kembali, namun itu adalah sebuah perkataan yang sangat efektif dan memberikan pengaruh yang cukup besar pada pertemuan-pertemuan semacam ini sehingga mengakhiri perdebatan Anshar.[87]

Selain riwayat yang dikemukakan oleh Abu Bakar, sepertinya permusuhan lama yang terpendam di tubuh dua kabilah Anshar, Aus dan Khazraj juga, tidak sedikit pengaruhnya terhadap alur pemikiran Muhajirin, karena jika saja kepemimpinan sampai ke tangan Anshar, kedua belah pihak suku tersebut tidak akan puas dengan kepemimpinan kabilah yang lainnya.

Perkataan Basyir bin Saad dari kabilah Kazraj yang menyetujui perkatan Abu Bakar dan kepuasannya dengan kepemimpinan kaum Muhajirin adalah salah satu tanda bukti hal tersebut. Karena kepemimpinan kaum Muhajirin dan Quraisy adalah hal yang sudah diterima, akhirnya perbincangan tiba pada sosok pribadi. Dua tiga orang yang memegang kekuasaan penuh majelis tersebut setiap satu dari mereka berpandangan dan akhirnya Umar dan Abu Ubaidah Jarrah, menerima Abu Bakar sebagai pemimpin dan berbaiat kepadanya. Kemudian kebanyakan dari para hadirin juga mengikuti apa yang mereka lakukan.

Keesokan harinya Abu Bakar pergi ke Masjid Nabi. Umar mengutarakan sebuah ceramah mengenai keutamaan Abu Bakar dan keterdahuluannya dalam memeluk Islam dan layanan serta khidmat pertolongan yang ia lakukan untuk agama dan menyebutkan kebersamaannya dengan Rasulullah dari Mekah ke Madinah, dan meminta kepada masyarakat untuk membaiatnya. Dan masyarakat juga membaiatnya, kecuali sebagian dari Anshar dan keluarga-keluraga Nabi yang ada di majelis tersebut tidak berkenan membaiatnya dan Abu Bakar secara resmi menjadi khalifah. Dan karena pada khilafah Abu Bakar sebagian orang dari Muhajirin dan Anshar telah berkumpul di Saqifah dan telah menentukan seorang khalifah dan orang-orang yang lainnya juga menerima dengan apa adanya, maka perbuatan semacam ini telah menjadi sebuah tradisi sunnah.

Abu Bakar dalam majelis tersebut menyampaikan khutbahnya dan di sela-sela khutbah tersebut berkata: "Aku yang kalian pilih untuk menjadi pemimpin kalian bukanlah orang yang terbaik di antara kalian, dan aku siap melepaskan tanggung jawab ini dari pundakku. Aku berpegang pada Alquran dan Sunnah Nabi dalam mengatur urusanku dan urusan kaum muslimin."[88]

Badan Nabi saw tinggal di rumah Aisyah. Keluarga-keluarga beliau berada di sekelilingnya; fikih Islam berkata: Dalam upacara memandikan dan mensalati mayat tidak boleh ditunda-tunda; ini cermin bagi setiap muslim. Pemakaman Nabi Islam memiliki tradisi tersendiri. Mengapa para pembesar terbengkalai dari keutamaan ini, mungkin takut terkena fitnah dan mereka ingin secepatnya memilih pemimpin umat, namun apakah formalitas semacam ini telah menghabiskan banyak waktu?[89] Dari zaman itu sampai sekarang sudah lewat hampir lebih dari 14 abad. Mereka yang berada dalam perkumpulan itu dan menempatkan kedudukan mereka sebagai wakil kaum muslimin apakah mereka melakukannya demi Islam ataukah mereka khawatir akan pecahnya persatuan kaum muslimin, kita tidak tahu. Yang penting hal itu sudah sampai di sisi Allah sebagai Tuhannya dan perhitungannya ada pada-Nya. Namun dari sejak hari itu, telah muncul perpecahan di tengah komunitas kaum muslimin yang sama sekali tidak akan pernah bersatu.[90]

Dari kelompok yang enggan berbaiat adalah Saad bin Ubadah, ketua kabilah Khazraj yang berbaiat kepada Abu Bakar, dan ia tidak pernah hadir sama sekali dalam salat yang dia dirikan. Di masa-masa kekhilafahannya, Umar ia pergi ke Syam dan bermalam di suatu tempat bernama Hauran sebuah kota besar di bawah naungan Damaskus.

Di pertengahan malam orang-orang melihatnya terkapar luka dikarenakan panah. Orang-orang berkata: Para jin telah membunuhnya kemudian orang-orang dalam pembunuhannya membuat sebuah syair:

Selain Saad, Ali as dan Bani Hasyim serta beberapa orang dari para sahabat juga hingga beberapa waktu enggan berbaiat kepada Abu Bakar. Sebagian dari ahli sejarah menulis:

Dengan demikian, Abbas, Zubair dan yang lainnya merasa bimbang untuk berbaiat kepada Abu Bakar, namun akhirnya mereka memastikan diri untuk berbaiat dan pemerintahanpun terlaksana dengan baik.[91]

Nabi saw sebelum diutus, 40 tahun hidup di tengah-tengah masyarakat. Kehidupannya kosong dari kemunafikan, sifat-sifat yang kotor dan hal-hal yang tidak terpuji. Beliau dikenal dan dianggap oleh orang lain sebagai seorang yang jujur dan dipercaya (al-Amin). Nabi kemudian ketika menyampaikan risalahnya, mereka tidak mendustakan kepribadiannya akan tetapi mereka mengingkari ayat-ayat yang dibawanya. Hal ini juga disinggung dalam Alquran:

Juga dinukil dari Abu Jahal yang berkata: Kami tidak mendustakanmu, akan tetapi kami tidak menerima tanda-tanda yang kamu bawa. [93] Nabi saw di permulaan risalahnya kepada Quraisy, berkata:

Ketika itu Nabi mengatakan bahwa beliau telah diutus oleh Allah untuk memberi peringatan kepada masyarakat.

Selain latar belakang yang baik, urgensitas kabilah dan keluarga Nabi saw dan juga beliau dari kalangan Arab sendiri memiliki peran penting pada kedudukan dan keberhasilan Nabi. Kabilah Quraisy sejak dulu dari tahun-tahun sebelumnya adalah sebuah kabilah yang sudah tersohor dan memiliki kedudukan penting di kalangan Arab. Kepentingan ini telah menyebabkan banyak dari para kabilah yang menerimanya sebagai kabilah yang tak tertandingi sehingga pada batas-batas tertentu sebagian kabilah mengikutinya dalam berbagai urusan. Dari sisi lain, kakek buyut Nabi (Qushai bin Kilab, Hasyim dan Abdul Muththalib adalah sosok-sosok pribadi terkenal yang memiliki kemuliaan dan keagungan.

Komunitas semenanjung Arab pada waktu itu, adalah sebuah komunitas tertutup dan tidak memiliki hubungan kebudayaan tertentu dengan daerah-daerah lain. Kondisi semacam ini memunculkan semangat Arabisme secara kuat di dalam diri mereka dan hal ini menyebabkan mereka tidak dapat menerima orang lain karena mereka orang lain dan mereka hanya menerima apa yang datang dari diri mereka sendiri. Barangkali ayat dibawah ini mengisyaratkan hal ini:

Mengingat bahwa penduduk Arab adalah audien pertama Islam, maka jati diri Nabi saw sebagai orang Arab telah menambah kuat penerimaan pesan dan nasehatnya di kalangan mereka. Alquran juga telah mengisyaratkan hal tersebut.[96]

Keistimewaan yang paling tinggi dan yang paling mencolok dari sosok pribadi Nabi saw adalah dimensi akhlak yang beliau sandang. Alquran dalam hal ini mensifati: وَ إِنَّكَ لَعَلى‏ خُلُقٍ عَظيمٍ Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung. [97]

Dalam mensifati prilaku dan sifat-sifat Nabi saw mereka mengatakan: Dia kebanyakannya diam dan tidak berbicara kecuali seperlunya saja. Dan sama sekali jarang membuka mulutnya. Banyak tersenyum dan tidak pernah tertawa terbahak-bahak, ketika hendak menghadap seseorang beliau dengan seluruh tubuhnya berbalik. Dia sangat senang terhadap kebersihan dan aroma yang harum, yang mana jika seseorang melewati sebuah tempat yang pernah didatanginya, seakan-akan merasakan kehadirannya di tempat tersebut karena aroma yang tertinggal masih terasa.

Dia hidup dalam puncak kesederhanaan dan makan di atas lantai dan tidak pernah sombong. Dia makan tidak pernah sampai kenyang. Dan di sebagian besar waktu, khususnya ketika dia baru memasuki Madinah, dia mampu menahan rasa laparnya. Dengan ini semua, dia tidak hidup seperti para pendeta, dan dia berkata kepada dirinya sendiri bahwa dia akan memanfaatkan kenikmatan-kenikmatan dunia, dia juga sering berpuasa dan beribadah.

Prilakunya dengan sesama muslim bahkan dengan non muslim berlaku dengan cara yang bijaksana, penuh derma, penuh kasih dan pemaaf. Perjalanan hidup dan kehidupannya begitu menyejukkan hati kaum muslimin sehingga sampai dinukil ke pelosok-pelosok daerah dan hal tersebut sampai sekarang menjadi panutan dan tauladan bagi kita semua. [98]

Amirul Mukminin Ali as dalam mensifati paras Nabi saw mengatakan: "Siapa saja yang melihatnya sebelum mengenalnya, ia akan merasakan kewibawaannya. Dan siapa saja yang berinteraksi dengannya dan atau mengenalnya ia akan menyukainya. [99]

Nabi membagi pandangannya di tengah kaum muslimin dan melihat mereka dengan kadar yang sama. [100] Dia sama sekali tidak berjabatan tangan dengan seseorang dan kemudian melepas tangannya kecuali orang tersebut melepaskan tangannya terlebih dahulu. [101]

Nabi saw dengan siapa saja berkomunikasi sesuai dengan kadar kapasitas akal orang yang diajak bicara. [102] Pengampunan dan pemaafannya bagi orang yang telah menzaliminya begitu tersohor [103] sehingga Wahsyi (pembunuh pamannya Hamzah) dan Abu Sufyan musuh utama Islam juga dimaafkan.

Nabi saw hidup dalam kezuhudan. Di sepanjang umurnya, dia tidak memiliki sesudut kamarpun untuk dirinya dan kamar-kamar sederhana yang terbuat dari tanah, yang ada di samping masjid itu adalah khusus milik istri-istrinya. Atapnya terbuat dari batang kurma dan pintunya digantungi korden yang terbuat dari bulu-bulu kambing atau bulu-bulu unta sebagai ganti dari pintu kayu. Kemudian beliau juga mempunyai sebuah bantal kepala yang isinya penuh dengan daun-daun kurma. Kasur dari kulit yang dipenuhi dengan daun-daun kurma yang mana sepanjang umur, beliau tidur di atasnya. Selimutnya terbuat dari kain yang kasar yang membuat badan gatal dan beliau juga memiliki kain selempang yang terbuat dari bulu unta. Padahal ketika itu, beliau baru saja menyelesaikan peperangan Hunain yang mana harta rampasan dari perang tersebut adalah empat ratus ribu unta, lebih dari empat puluh ribu domba, emas dan perak dengan kadar yang tidak sedikit, yang telah beliau bagikan ke sana dan ke sini.

Makanannya dikirim dari rumah, perlengkapan serta baju yang dipakainya sangat zuhud. Apalagi lewat berbulan-bulan di rumahnya api tidak menyala untuk memasak, makanannya secara keseluruhan adalah kurma, dan roti yang terbuat dari tepung ju (seperti gandum). Dua hari berturut-turut beliau tidak pernah makan dengan perut kenyang. Beliau sehari dua kali tidak beranjak dari taplak meja makan dengan perut kenyang. Sering kali beliau dan keluarganya malam-malam tidur dalam keadaan lapar. Suatu hari Fatimah membawa roti ju untuknya dan berkata: Aku membuat roti dan hatiku tidak puas jika aku tidak membawakannya untukmu. Makanlah itu dan lantas Nabi berkata: "Hanya makanan inilah yang ayahmu makan dari semenjak tiga hari yang lalu". Suatu ketika di perkebunan kurma salah satu dari sahabat Anshar sedang makan kurma, beliau bersabda: "Sudah hari keempat aku tidak makan". Terkadang saking laparnya, dia meletakkan batu ke perut dan mengikatnya (sehingga rasa lapar dapat teratasi). Ketika dia wafat perisainya digadaikan dengan tiga puluh canting ju kepada seorang Yahudi. [104]

Peperangan Bani Nadhir dan Daumah al-Jandal

Pada tahun ke-4 H terjadi beberapa pertempuran secara terpisah dengan beberapa kabilah di sekitar Madinah, sebab mereka memandang agama baru tidak menguntungkan mereka dan kemungkinan bersatu dengan pihak lain dan menyerang kota Madinah. Dua peristiwa Raji' dan Bi'r al-Ma'unah yang selama ini telah banyak membunuh para pendakwah dan mubaligh muslim melalui para pejuang kabilah yang bersatu, adalah sebagai bukti dari persatuan ini dan juga merupakan sebuah usaha Nabi saw untuk menyebarluaskan Islam di Madinah.[58] Di tahun ini terjadi salah satu pertempuran Nabi dengan salah satu kaum Yahudi bernama Bani Nadhir, ketika Nabi dengan mereka sibuk berdiskusi kaum yahudi menginginkan jiwanya; namun akhirnya mereka dengan terpaksa harus meninggalkan daerah mereka. [59]

Di tahun berikutnya, Nabi saw dan kaum muslimin pergi ke tempat sekitar perbatasan Syam bernama Daumah al-Jandal; ketika pasukan Islam sampai ke tempat itu, musuh berlarian dan Nabi bersama kaum muslimin kembali ke kota Madinah.[60]