Badan Akuntabilitas Keuangan Negara
Badan Akuntabilitas Keuangan Negara sebagai alat kelengkapan dewan yang bersifat tetap, dalam hal pengawasan penggunaan keuangan negara berfungsi untuk melakukan telaahan terhadap laporan hasil pemeriksaan BPK RI.[1] Diarsipkan 2021-10-05 di Wayback Machine. Oleh karena itu, diharapkan keberadaan BAKN akan berkontribusi positif dalam pelaksaanaan transparansi dan akuntabilitas penggunaan keuangan negara serta menjaga kredibilitas atau kepercayaan publik/masyarakat DPR RI khususnya dalam melaksanakan fungsi pengawasan dewan.
Sekretariat Jenderal DPR RI merupakan unsur penunjang DPR, yang berkedududukan sebagai Kesekretariatan Lembaga Negara yang dipimpin oleh seorang Sekretaris Jenderal dan dalam melaksanakan tugasnya bertanggung jawab kepada Pimpinan DPR. Sekretaris Jenderal diangkat dan diberhentikan dengan Keputusan Presiden atas usul Pimpinan DPR. Sekretariat Jenderal DPR RI personelnya terdiri atas Pegawai Negeri Sipil. Susunan organisasi dan tata kerja Sekretaris Jenderal ditetapkan dengan keputusan Presiden.
Sekretaris Jenderal dibantu oleh seorang Wakil Sekretaris Jenderal dan beberapa Deputi Sekretaris Jenderal yang diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usul Pimpinan DPR.
DPR dapat mengangkat sejumlah pakar/ahli sesuai dengan kebutuhan, dan dalam melaksanakan tugasnya Sekretariat Jenderal dapat membentuk Tim Asistensi.
Sekretaris Jenderal DPR RI saat ini dijabat oleh Indra Iskandar.[5]
memiliki naskah asli yang berkaitan dengan artikel ini:
memiliki naskah asli yang berkaitan dengan artikel ini:
kota jakarta pusat, dki jakarta Sekretariat Jenderal DPR RI, Bagian Hubungan Masyarakat dan Pengelolaan Museum
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Berikut adalah daftar anggota Dewan Perwakilan Rakyat periode 2009–2014, ditampilkan berdasarkan provinsi yang diwakilinya.[1][2][3]
Tugas DPR dijabarkan dalam UU No. 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD Pasal 72
(tidak mengalami perubahan isi pasal pada perubahan kedua dan ketiga UU MD3):
DPR mempunyai hak: interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat.
Hak interpelasi adalah hak DPR untuk meminta keterangan kepada pemerintah mengenai kebijakan pemerintah yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang-undang dan/atau kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan
Hak Menyatakan Pendapat
Hak menyatakan pendapat adalah hak DPR untuk menyatakan pendapat atas:
KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO
Suasana rapat Panitia Khusus Hak Angket Bank Century saat menghadirkan Mantan Kabareskrim Komjen Pol. Susno Duadji untuk dimintai keterangan perihal kasus Bank Century di gedung DPR, Jakarta, Rabu (20/1/2010).
KOMPAS/WAWAN H PRABOWO
Para menteri Kabinet Indonesia Maju bersiap berfoto bersama pimpinan DPR RI di akhir rapat paripurna DPR RI masa persidangan I tahun sidang 2019-2020 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (5/10/2020). Rapat paripurna secara resmi mengesahkan Omnibus Law RUU Cipta Kerja menjadi Undang-Undang. Dalam rapat paripurna, Fraksi Partai Demokrat dan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera menyampaikan penolakan terhadap rencana rapat paripurna untuk mengesahkan Omnibus Law RUU Cipta Kerja menjadi Undang-Undang.
Alat Kelengkapan DPR terdiri:
Pimpinan DPR terdiri atas satu orang ketua dan lima orang wakil ketua yang berasal dari anggota DPR dan dipilih oleh anggota DPR. Bakal calon pimpinan DPR berasal dari fraksi dan disampaikan dalam rapat paripurna DPR.
Setiap fraksi dapat mengajukan satu orang bakal calon pimpinan DPR yang akan dipilih secara musyawarah untuk mufakat dan ditetapkan dalam rapat paripurna DPR. Jika musyawarah untuk mufakat tidak tercapai, pimpinan DPR dipilih dengan pemungutan suara dan yang memperoleh suara terbanyak ditetapkan sebagai pimpinan DPR dalam rapat paripurna DPR.
Badan Musyawarah dibentuk oleh DPR dan merupakan alat kelengkapan DPR yang bersifat tetap. DPR menetapkan susunan dan keanggotaan Badan Musyawarah pada permulaan masa keanggotaan DPR dan permulaan tahun sidang.
Anggota Badan Musyawarah berjumlah paling banyak sepersepuluh dari jumlah anggota berdasarkan perimbangan jumlah anggota tiap-tiap fraksi yang ditetapkan oleh rapat paripurna.
Tugas Badan Musyawarah :
KOMPAS/HERU SRI KUMORO
Ketua DPR Puan Maharani bersama wakilnya makan di kantin DPR, Kompleks Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (8/10/2019). Puan yang didampingi Wakil Ketua DPR Aziz Syamsuddin, Sufmi Dasco Ahmad dan Rachmat Gobel berkeliling meninjau fasilitas di DPR. Tempat lain yang juga dikunjungi seperti pos pengamanan obyek vital di sekitar gerbang DPR, ruang badan musyawarah, ruang wartawan, warung jantung sehat, serta menemui petugas keamanan yang berjaga di DPR.
Susunan dan keanggotaan komisi ditetapkan oleh DPR dalam Rapat Paripurna DPR menurut perimbangan dan pemerataan jumlah anggota tiap-tiap fraksi. Keanggotaan komisi bisa juga ditetapkan pada permulaan masa keanggotaan DPR dan pada permulaan tahun sidang. Setiap anggota, kecuali Pimpinan MPR dan DPR, harus menjadi anggota salah satu komisi.
Jumlah komisi, partner atau pasangan kerja komisi dan ruang lingkup tugas komisi diatur lebih lanjut dengan keputusan DPR. Pasangan kerja komisi bisa berasal dari institusi pemerintah, baik lembaga kementerian negara maupun lembaga nonkementerian serta sekretariat lembaga negara.
Semua komisi di DPR memiliki tugas umum dalam bidang legislasi, anggaran, pengawasan. Namun, mempunyai ruang lingkup khusus yang lebih spesifik pada masing-masing komisi. Dalam pembentukan undang-undang, setiap komisi mengadakan persiapan, penyusunan, pembahasan, dan penyempurnaan Rancangan Undang-Undang.
KOMPAS/WAWAN H PRABOWO
Suasana di ruang Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, saat menggelar rapat dengar pendapat umum (RDPU) secara virtual tentang Rancangan Undang-Undang atau RUU Cipta Kerja bersama pengusaha Emil Arifin, Selasa (5/5/2020). Pekan lalu, Baleg DPR RI juga menggelar RDPU dengan sejumlah pakar hukum dan perundangan untuk menghimpun masukan terkait pembahasan Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja. Sebelumnya, pemerintah telah menyatakan menunda pembahasan draf RUU Cipta Kerja supaya pemerintah dan DPR memiliki waktu yang lebih banyak untuk mendalami substansi dari pasal-pasal yang berkaitan tentang cipta kerja.
Memiliki ruang lingkup tugas pada bidang pertahanan, luar negeri, komunikasi dan informatika, dan intelijen.
Memiliki ruang lingkup tugas pada bidang pemerintahan dalam negeri, otonomi daerah, aparatur negara, reformasi birokrasi, kepemiluan, pertanahan dan reforma agraria.
Memiliki tugas dengan ruang lingkup bidang hukum, HAM, dan keamanan.
Memiliki tugas dalam ruang lingkup tugas pada bidang pertanian, lingkungan hidup, kehutanan, dan kelautan.
Memiliki ruang lingkup tugas pada bidang infrastruktur, transportasi, daerah tertinggal, transmigrasi, meteorologi, klimatologi, dan geofisika.
KOMPAS/HERU SRI KUMORO
Suasana rapat Panitia Kerja Badan Legislasi DPR melanjutkan pembahasan daftar inventarisasi masalah (DIM) RUU Cipta Kerja di Kompleks Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (27/8/2020).
Memiliki ruang lingkup tugas pada bidang energi, riset dan teknologi.
8. Komisi VIII DPR RI
Memiliki ruang lingkup tugas pada bidang agama, sosial, kebencanaan, pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak.
Memiliki ruang lingkup tugas pada bidang kesehatan, ketenagakerjaan, dan kependudukan.
Memiliki ruang lingkup tugas pada bidang pendidikan, olahraga, pariwisata, dan ekonomi kreatif.
Memiliki ruang lingkup tugas pada bidang keuangan, perencanaan pembangunan nasional, dan perbankan.
KOMPAS/WAWAN H PRABOWO
Tampilan layar saat Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri mengikuti rapat secara virtual bersama Komisi III DPR RI serta pimpinan lembaga dari Kejaksaan Agung (Kejagung) dan Kepolisian RI (Polri) di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (21/9/2020). Tingginya tingkat penularan Covid-19 di Jakarta membuat sejumlah rapat kerja lembaga tinggi negara dilaksanakan secara virtual.
Dibentuk oleh DPR yang merupakan alat kelengkapan DPR yang bersifat tetap. DPR menetapkan susunan dan keanggotaan Badan Legislasi pada permulaan masa keanggotaan DPR, permulaan tahun sidang, dan pada setiap masa sidang.
Jumlah anggota Badan Legislasi paling banyak dua kali jumlah anggota komisi, yang mencerminkan keterwakilan fraksi dan komisi. Pada Periode 2019–2024 Badan Legislasi memiliki anggota yang mewakili 9 fraksi.
Pimpinan Badan Legislasi
Badan Legislasi memiliki sejumlah tugas berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, serta DPRD) di antaranya seperti:
KOMPAS/WAWAN H PRABOWO
Ketua Baleg DPR Supratman Andi Agtas menyerahkan laporan hasil pembahasan Omnibus Law Rancangan Undang Undang (RUU) Cipta Kerja kepada Ketua DPR RI Puan Maharani dalam rapat paripurna DPR RI masa persidangan I tahun sidang 2019-2020 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (5/10/2020). Rapat paripurna hari itu secara resmi mengesahkan Omnibus Law RUU Cipta Kerja menjadi Undang-Undang. RUU Cipta Kerja yang diusulkan oleh pemerintah dan mulai dibahas DPR bersama pemerintah pada April 2020 tersebut mendapat banyak penolakan dari masyarakat sipil selama dalam pembahasan. Pembahasan Omnibus Law RUU Cipta Kerja telah dilakukan sebanyak 64 kali pertemuan, 2 kali rapat kerja dan 56 kali rapat panitia kerja serta terdiri dari 15 bab dan 174 pasal.
Dibentuk oleh DPR dan merupakan alat kelengkapan DPR yang bersifat tetap. DPR menetapkan susunan dan keanggotaan Badan Anggaran menurut perimbangan dan pemerataan jumlah anggota tiap-tiap fraksi pada permulaan masa keanggotaan DPR serta pada permulaan tahun sidang. Susunan dan anggota Badan Anggaran terdiri dari anggota dari tiap komisi yang dipilih oleh komisi dengan memperhatikan perimbangan jumlah anggota dan juga usulan fraksi.
Tugas Badan Anggaran :
Masa DPR hasil Dekret Presiden 1959 berdasarkan UUD 1945 (1959–1965)
Jumlah anggota sebanyak 262 orang kembali aktif setelah mengangkat sumpah. Dalam DPR terdapat 19 fraksi, didominasi PNI, Masjumi, NU, dan PKI.
Dengan Penpres No. 3 tahun 1960, Presiden membubarkan DPR karena DPR hanya menyetujui 36 miliar rupiah APBN dari 44 miliar yang diajukan. Sehubungan dengan hal tersebut, presiden mengeluarkan Penpres No. 4 tahun 1960 yang mengatur Susunan DPR-GR.
DPR-GR beranggotakan 283 orang yang semuanya diangkat oleh Presiden dengan Keppres No. 156 tahun 1960. Adapun salah satu kewajiban pimpinan DPR-GR adalah memberikan laporan kepada Presiden pada waktu-waktu tertentu, yang mana menyimpang dari pasal 5, 20, 21 UUD 1945. Selama 1960-1965, DPR-GR menghasilkan 117 UU dan 26 usul pernyataan pendapat.
Masa reformasi (1999–sekarang)
Banyaknya skandal korupsi, penyuapan dan kasus pelecehan seksual merupakan bentuk nyata bahwa DPR tidak lebih baik dibandingkan dengan yang sebelumnya. Mantan ketua MPR RI 1999–2004, Amien Rais, bahkan mengatakan DPR yang sekarang hanya merupakan stempel dari pemerintah karena tidak bisa melakukan fungsi pengawasannya demi membela kepentingan rakyat. Hal itu tercermin dari ketidakmampuan DPR dalam mengkritisi kebijakan pemerintah yang terbilang tidak pro rakyat seperti kenaikan BBM, kasus lumpur Lapindo, dan banyak kasus lagi. Selain itu, DPR masih menyisakan pekerjaan yakni belum terselesaikannya pembahasan beberapa undang-undang. Buruknya kinerja DPR pada era reformasi membuat rakyat sangat tidak puas terhadap para anggota legislatif. Ketidakpuasan rakyat tersebut dapat dilihat dari banyaknya aksi demonstrasi yang menentang kebijakan-kebijakan pemerintah yang tidak dikritisi oleh DPR. Banyaknya judicial review yang diajukan oleh masyarakat dalam menuntut keabsahan undang-undang yang dibuat oleh DPR saat ini juga mencerminkan bahwa produk hukum yang dihasilkan mereka tidak memuaskan rakyat.
DPR juga kerap dikritik oleh sebagian besar masyarakat Indonesia karena dianggap malas dalam bekerja. Hal ini terbukti dari pemberian fasilitas mewah, seperti gaji besar, kendaraan, dan perumahan, namun tidak sebanding dengan hasil yang diberikan. Hal lain yang sudah menjadi rahasia umum adalah banyaknya anggota yang "bolos" dalam sidang paripurna, atau sekadar "menitip absen", sehingga seolah-olah hadir, namun kenyataannya tidak. Kalaupun hadir, sebagian oknum anggota ternyata tidur saat sidang, main game, atau melakukan tindakan lain selain mengikuti proses rapat paripurna.
Dalam konsep Trias Politika, di mana DPR berperan sebagai lembaga legislatif yang berfungsi untuk membuat undang-undang dan mengawasi jalannya pelaksanaan undang-undang yang dilakukan oleh pemerintah sebagai lembaga eksekutif. Fungsi pengawasan dapat dikatakan telah berjalan dengan baik apabila DPR dapat melakukan tindakan kritis atas kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah yang tidak sesuai dengan kepentingan rakyat. Sementara itu, fungsi legislasi dapat dikatakan berjalan dengan baik apabila produk hukum yang dikeluarkan oleh DPR dapat memenuhi aspirasi dan kepentingan seluruh rakyat.
Syarat Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia menurut UU No 7 tahun 2017 tentang Pemilu, syarat calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagai berikut:
DPR mempunyai fungsi yaitu legislasi, anggaran, dan pengawasan yang dijalankan dalam kerangka representasi rakyat.
Fungsi Legislasi dilaksanakan untuk membentuk undang-undang bersama presiden saja.
Fungsi anggaran dilaksanakan untuk membahas dan memberikan persetujuan atau tidak memberikan persetujuan terhadap rancangan undang-undang tentang APBN yang diajukan oleh Presiden.
Fungsi pengawasan dilaksanakan melalui pengawasan atas pelaksanaan undang-undang dan APBN.
DPR mempunyai beberapa hak, yaitu; hak interpelasi, hak angket, hak imunitas, dan hak menyatakan pendapat.
Hak interpelasi adalah hak DPR untuk meminta keterangan kepada Pemerintah mengenai kebijakan Pemerintah yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Hak angket adalah hak DPR menjelaskan pelaksanaan suatu undang-undang dan/atau kebijakan Pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
Hak imunitas adalah kekebalan hukum di mana setiap anggota DPR tidak dapat dituntut di hadapan dan di luar pengadilan karena pernyataan, pertanyaan/pendapat yang dikemukakan secara lisan ataupun tertulis dalam rapat-rapat DPR, sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Tata Tertib dan kode etik.
Masa DPR Gotong Royong tanpa Partai Komunis Indonesia (1965–1966)
Setelah peristiwa G.30.S/PKI, DPR-GR membekukan sementara 62 orang anggota DPR-GR eks PKI dan ormas-ormasnya. DPR-GR tanpa PKI dalam masa kerjanya 1 tahun, telah mengalami 4 kali perubahan komposisi pimpinan, yaitu: a. Periode 15 November 1965 – 26 Februari 1966. b. Periode 26 Februari 1966 – 2 Mei 1966. c. Periode 2 Mei 1966 – 16 Mei 1966. d. Periode 17 Mei 1966 – 19 November 1966. Secara hukum, kedudukan pimpinan DPR-GR masih berstatus sebagai pembantu Presiden sepanjang Peraturan Presiden No. 32 tahun 1964 belum dicabut.
Dalam rangka menanggapi situasi masa transisi, DPR-GR memutuskan untuk membentuk 2 buah panitia: a. Panitia politik, berfungsi mengikuti perkembangan dalam berbagai masalah bidang politik. b. Panitia ekonomi, keuangan dan pembangunan, bertugas memonitor situasi ekonomi dan keuangan serta membuat konsepsi tentang pokok-pokok pemikiran ke arah pemecahannya.
Hak menyatakan pendapat
Hak menyatakan pendapat adalah hak DPR untuk menyatakan pendapat atas:
Anggota DPR mempunyai hak:
Anggota DPR mempunyai kewajiban:
Anggota DPR tidak boleh merangkap jabatan sebagai pejabat negara lainnya, hakim pada badan peradilan, pegawai negeri sipil, anggota TNI/Polri, pegawai pada BUMN/BUMD atau badan lain yang anggarannya bersumber dari APBN/APBD.
Anggota DPR juga tidak boleh melakukan pekerjaan sebagai pejabat struktural pada lembaga pendidikan swasta, akuntan publik, konsultan, advokat/pengacara, notaris, dokter praktik dan pekerjaan lain yang ada hubungannya dengan tugas, wewenang, dan hak sebagai anggota DPR.
Jika anggota DPR diduga melakukan perbuatan pidana, pemanggilan, permintaan keterangan, dan penyidikannya harus mendapat persetujuan tertulis dari Presiden. Ketentuan ini tidak berlaku apabila anggota DPR melakukan tindak pidana korupsi dan terorisme serta tertangkap tangan.
Untuk mengoptimalkan pelaksanaan fungsi, tugas dan wewenang DPR, serta hak dan kewajiban anggota DPR, dibentuk fraksi sebagai wadah berhimpun anggota DPR. Dalam mengoptimalkan pelaksanaan fungsi, tugas dan wewenang DPR, serta hak dan kewajiban anggota DPR, fraksi melakukan evaluasi terhadap kinerja anggota fraksinya dan melaporkan kepada publik. Setiap anggota DPR harus menjadi anggota salah satu fraksi. Fraksi dapat dibentuk oleh partai politik yang memenuhi ambang batas perolehan suara dalam penentuan perolehan kursi DPR. Fraksi mempunyai sekretariat. Sekretariat Jenderal DPR menyediakan sarana, anggaran, dan tenaga ahli guna kelancaran pelaksanaan tugas fraksi.[3]
Alat kelengkapan DPR terdiri atas: Pimpinan, Badan Musyawarah, Komisi, Badan Legislasi, Badan Anggaran, Badan Kerjasama Antar-Parlemen, Mahkamah Kehormatan Dewan, Badan Urusan Rumah Tangga, Panitia Khusus dan alat kelengkapan lain yang diperlukan dan dibentuk oleh rapat paripurna. Dalam menjalankan tugasnya, alat kelengkapan dibantu oleh unit pendukung yang tugasnya diatur dalam peraturan DPR tentang tata tertib.[4]
Pimpinan DPR terdiri atas 1 (satu) orang ketua dan 4 (empat) orang wakil ketua yang berasal dari partai politik berdasarkan urutan perolehan kursi terbanyak di DPR. Ketua DPR ialah anggota DPR yang berasal dari partai politik yang memperoleh kursi terbanyak pertama di DPR. Wakil Ketua DPR ialah anggota DPR yang berasal dari partai politik yang memperoleh kursi terbanyak kedua, ketiga, keempat, dan kelima. Dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) partai politik yang memperoleh kursi terbanyak sama, ketua dan wakil ketua ditentukan berdasarkan urutan hasil perolehan suara terbanyak dalam pemilihan umum. Dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) partai politik yang memperoleh suara sama, ketua dan wakil ketua ditentukan berdasarkan persebaran perolehan suara.
Badan Musyawarah (disingkat Bamus) dibentuk oleh DPR dan merupakan alat kelengkapan DPR yang bersifat tetap. DPR menetapkan susunan dan keanggotaan Badan Musyawarah pada permulaan masa keanggotaan DPR dan permulaan tahun sidang. Anggota Badan Musyawarah berjumlah paling banyak 1/10 (satu persepuluh) dari jumlah anggota DPR berdasarkan perimbangan jumlah anggota tiap-tiap fraksi yang ditetapkan oleh rapat paripurna. Pimpinan DPR karena jabatannya juga sebagai pimpinan Badan Musyawarah.
Komisi dibentuk oleh DPR dan merupakan alat kelengkapan DPR yang bersifat tetap. DPR menetapkan jumlah komisi pada permulaan masa keanggotaan DPR dan permulaan tahun sidang. Jumlah anggota komisi ditetapkan dalam rapat paripurna menurut perimbangan dan pemerataan jumlah anggota tiap-tiap fraksi pada permulaan masa keanggotaan DPR dan pada permulaan tahun sidang.
Tugas komisi dalam pembentukan undang-undang adalah mengadakan persiapan, penyusunan, pembahasan, dan penyempurnaan rancangan undang-undang. Saat ini, DPR memiliki 11 komisi dengan tanggung jawab yang berbeda-beda.
Badan Legislasi dibentuk oleh DPR dan merupakan alat kelengkapan DPR yang bersifat tetap. DPR menetapkan susunan dan keanggotaan Badan Legislasi pada permulaan masa keanggotaan DPR dan permulaan tahun sidang. Jumlah anggota Badan Legislasi ditetapkan dalam rapat paripurna menurut perimbangan dan pemerataan jumlah anggota tiap-tiap fraksi pada permulaan masa keanggotaan DPR dan pada permulaan tahun sidang.
Badan Anggaran dibentuk oleh DPR dan merupakan alat kelengkapan DPR yang bersifat tetap. DPR menetapkan susunan dan keanggotaan Badan Anggaran menurut perimbangan dan pemerataan jumlah anggota tiap-tiap fraksi pada permulaan masa keanggotaan DPR dan pada permulaan tahun sidang. Susunan dan keanggotaan Badan Anggaran terdiri atas anggota dari tiap-tiap komisi yang dipilih oleh komisi dengan memperhatikan perimbangan jumlah anggota dan usulan fraksi.
Masa Dewan Perwakilan Rakyat Sementara (1950–1956)
Pada tanggal 14 Agustus 1950, DPR dan Senat RIS menyetujui Rancangan UUDS NKRI (UU No. 7/1950, LN No. 56/1950). Pada tanggal 15 Agustus 1950, DPR dan Senat RIS mengadakan rapat di mana dibacakan piagam pernyataan terbentuknya NKRI yang bertujuan: 1. Pembubaran secara resmi negara RIS yang berbentuk federasi; 2. Pembentukan NKRI yang meliputi seluruh daerah Indonesia dengan UUDS yang mulai berlaku pada tanggal 17 Agustus 1950.
Sesuai isi Pasal 77 UUDS, ditetapkan jumlah anggota DPRS adalah 236 orang, yaitu 148 anggota dari DPR RIS, 29 anggota dari Senat RIS, 46 anggota dari Badan Pekerja Komite Nasional Pusat, dan 13 anggota dari DPA RI Yogyakarta.
Masa DPR hasil pemilu 1955 (1956–1959)
DPR ini adalah hasil pemilu 1955 yang jumlah anggota yang dipilih sebanyak 272 orang. Pemilu 1955 juga memilih 542 orang anggota konstituante.
Tugas dan wewenang DPR hasil pemilu 1955 sama dengan posisi DPRS secara keseluruhan, karena landasan hukum yang berlaku adalah UUDS. Banyaknya jumlah fraksi di DPR serta tidak adanya satu dua partai yang kuat, telah memberi bayangan bahwa pemerintah merupakan hasil koalisi. Dalam masa ini terdapat 3 kabinet yaitu kabinet Burhanuddin Harahap, kabinet Ali Sastroamidjojo, dan kabinet Djuanda.
UNDANG‑UNDANG REPUBLIK INDONESIA
SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT,
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan kedaulatan rakyat atas dasar kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, perlu diwujudkan lembaga permusyawaratan dan lembaga perwakilan rakyat yang mampu mencerminkan kedaulatan rakyat serta dapat menyerap dan memperjuangkan aspirasi rakyat sesuai dengan tuntutan politik yang berkembang;
b. bahwa untuk mewujudkan lembaga permusyawaratan dan lembaga perwakilan rakyat yang lebih mampu mencerminkan kedaulatan rakyat, diperlukan penataan ulang susunan dan kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah;
c. bahwa penataan ulang tersebut dimungkinkan sehubungan dengan telah dilakukannya penggantian terhadap undang‑undang mengenai partai politik dan undang‑undang mengenai pemilihan umum;
d. bahwa sehubungan dengan itu dan dalam rangka mengoptimalkan peran rakyat dalam penyelenggaraan negara melalui lembaga permusyawaratan dan lembaga perwakilan rakyat dipandang perlu mencabut Undang‑undang Nomor 16 Tahun 1969 tentang Susunan dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang‑undang Nomor 5 Tahun 1995 dan diganti dengan undang‑undang yang baru.
Mengingat : 1. Pasal 1 ayat (2), Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 5 ayat (1), Pasal 9 ayat (1), dan Pasal 20 ayat (1) Undang‑Undang Dasar 1945;
2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor VII/MPR/1998 tentang Perubahan dan Tambahan atas Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor I/MPR/1983 tentang Peraturan Tata Tertib Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia sebagaimana telah beberapa kali diubah dan ditambah, terakhir dengan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor I/MPR/1998;
3. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor XIV/MPR/1998 tentang Perubahan dan Tambahan atas Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor III/MPR/1998 tentang Pemilihan Umum;
4. Undang‑undang Nomor 2 Tahun 1999 tentang Partai Politik (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3809);
5. Undang‑undang Nomor 3 Tahun 1999 tentang Pemilihan Umum (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3810);
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
Menetapkan : UNDANG‑UNDANG TENTANG SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH.
Yang dimaksud dalam undang‑undang ini dengan:
1. Majelis Permusyawaratan Rakyat yang selanjutnya disebut MPR adalah Majelis Permusyawaratan Rakyat sebagaimana dimaksud dalam Undang‑Undang Dasar 1945;
2. Dewan Perwakilan Rakyat yang selanjutnya disebut DPR adalah Dewan Perwakilan Rakyat sebagaimana yang dimaksud dalam Undang‑Undang Dasar 1945;
3. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tingkat I dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tingkat II yang selanjutnya disebut DPRD I dan DPRD II;
4. Utusan Daerah adalah tokoh masyarakat yang dianggap dapat membawakan kepentingan rakyat yang ada di daerahnya, yang mengetahui dan mempunyai wawasan serta tinjauan yang menyeluruh mengenai persoalan negara pada umumnya, dan yang dipilih oleh DPRD I dalam Rapat Paripurna untuk menjadi Anggota MPR mewakili daerahnya;
5. Utusan Golongan adalah mereka yang berasal dari organisasi atau badan yang bersifat nasional, mandiri dan tidak menjadi bagian dari suatu partai politik serta yang kurang atau tidak terwakili secara proporsional di DPR dan terdiri atas golongan ekonomi, agama, sosial, budaya, ilmuwan, dan badan‑badan kolektif lainnya;
6. Komisi Pemilihan Umum yang selanjutnya disebut KPU adalah badan penyelenggara pemilihan umum yang bebas dan mandiri sebagaimana dimaksud Pasal 8 ayat (2) Undang‑undang Nomor 3 Tahun 1999 tentang Pemilihan Umum;
7. ABRI adalah singkatan dari Angkatan Bersenjata Republik Indonesia.
MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT
(1) MPR terdiri atas Anggota DPR ditambah dengan:
b. Utusan Golongan.
(2) Jumlah Anggota MPR adalah 700 orang dengan rincian:
a. Anggota DPR sebanyak 500 orang;
b. Utusan Daerah sebanyak 135 orang, yaitu 5 (lima) orang dari setiap Daerah Tingkat I;
c. Utusan Golongan sebanyak 65 orang.
(3) Utusan Daerah dipilih oleh DPRD I.
(4) Tata cara pemilihan Anggota MPR Utusan Daerah sebagaimana dimaksud ayat (3) diatur dalam Peraturan Tata Tertib DPRD I.
(5) DPR menetapkan jenis dan jumlah wakil dari masing‑masing golongan.
(6) Utusan Golongan sebagaimana yang dimaksud ayat (5) diusulkan oleh golongannya masing‑masing kepada DPR untuk ditetapkan.
(7) Tata cara penetapan Anggota MPR Utusan Golongan sebagaimana yang dimaksud ayat (5) dan ayat (6) diatur dalam Peraturan Tata Tertib DPR.
(1) Untuk dapat menjadi Anggota MPR, seseorang harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a. warga negara Republik Indonesia yang telah berusia 21 tahun serta bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
b. dapat berbahasa Indonesia dan cakap menulis serta membaca dan berpendidikan serendah‑rendahnya sekolah lanjutan tingkat pertama atau yang berpengetahuan sederajat dan berpengalaman di bidang kemasyarakatan dan/atau kenegaraan;
c. setia kepada cita‑cita Proklamasi 17 Agustus 1945, Pancasila sebagai dasar negara, dan Undang‑Undang Dasar 1945;
d. bukan bekas anggota organisasi terlarang Partai Komunis Indonesia, termasuk organisasi massanya, atau bukan seseorang yang terlibat langsung atau tak langsung dalam G‑30‑S/PKI atau organisasi terlarang lainnya;
e. tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh hukum tetap;
f. tidak sedang menjalani pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih;
g. nyata‑nyata tidak sedang terganggu jiwa/ingatannya.
(2) Anggota MPR harus bertempat tinggal di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
(3) Keanggotaan MPR diresmikan secara administrasi dengan Keputusan Presiden sebagai Kepala Negara.
Masa keanggotaan MPR adalah 5 (lima) tahun dan berakhir bersama‑sama pada saat Anggota MPR yang baru mengucapkan sumpah/janji.
(1) Anggota MPR berhenti antarwaktu sebagai anggota karena:
a. meninggal dunia;
b. permintaan sendiri secara tertulis kepada Pimpinan MPR;
c. bertempat tinggal di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;
d. berhenti sebagai Anggota DPR;
e. tidak lagi memenuhi syarat‑syarat sebagaimana yang dimaksud Pasal 3 ayat (1) berdasarkan keterangan yang berwajib;
f. dinyatakan melanggar sumpah/janji sebagai wakil rakyat dengan keputusan MPR;
g. terkena larangan perangkapan jabatan sebagaimana yang dimaksud Pasa 41 ayat (1).
(2) Anggota MPR dari DPR yang berhenti antarwaktu sebagaimana yang dimaksud ayat (1) akan diganti menurut ketentuan Pasal 14 ayat (2).
(3) Anggota tambahan MPR yang berhenti antarwaktu sebagaimana yang dimaksud ayat (1) diganti menurut prosedur penetapan Utusan Daerah sebagaimana yang dimaksud Pasal 2 ayat (3) dan ayat (4) dan Utusan Golongan sebagaimana yang dimaksud Pasal 2 ayat (5), ayat (6), dan ayat (7).
(4) Anggota Pengganti antarwaktu menyelesaikan masa kerja anggota yang digantikannya.
(5) Pemberhentian anggota karena tidak memenuhi lagi syarat sebagaimana yang dimaksud Pasal 3 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf e, dan/atau huruf f, dan/atau karena yang bersangkutan melanggar sumpah/janji Anggota MPR sebagaimana yang dimaksud Pasal 8 adalah pemberhentian dengan tidak hormat.
Pemberhentian Anggota MPR diresmikan secara administrasi dengan Keputusan Presiden sebagai Kepala Negara.
(1) Sebelum memangku jabatannya Anggota MPR bersumpah/berjanji bersama‑sama, yang pengucapannya dipandu oleh Ketua Mahkamah Agung dalam Rapat paripurna untuk peresmian anggota yang dihadiri oleh anggota‑anggota yang sudah ditetapkan menurut peraturan perundang‑undangan yang berlaku serta dipimpin oleh anggota tertua dan termuda usianya.
(2) Ketua Majelis atau Anggota Pimpinan yang lain memandu pengucapan sumpah/janji anggota yang belum bersumpah/berjanji sebagaimana yang dimaksud ayat (1).
(3) Tata cara pengucapan sumpah/janji diatur dalam Peraturan Tata Tertib MPR.
Bunyi Sumpah/Janji sebagaimana yang dimaksud Pasal 7 adalah sebagai berikut:
"Demi Allah (Tuhan) saya bersumpah/berjanji:
bahwa saya akan memenuhi kewajiban saya sebagai anggota (Ketua/Wakil Ketua) Majelis Permusyawaratan Rakyat dengan sebaik‑baiknya dan seadil‑adilnya;
bahwa saya akan memegang teguh Pancasila dan menegakkan Undang‑Undang Dasar 1945 serta peraturan perundang‑undangan yang berlaku;
bahwa saya akan menegakkan kehidupan demokrasi serta berbakti kepada Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia."
(1) Pimpinan MPR terdiri atas seorang Ketua dan sebanyak‑banyaknya 5 (lima) orang Wakil Ketua yang mencerminkan fraksi‑fraksi berdasarkan urutan besarnya jumlah anggota fraksi.
(2) Pimpinan MPR terpisah dari Pimpinan DPR.
(3) Selama Pimpinan MPR belum terbentuk, rapat‑rapatnya untuk sementara waktu dipimpin oleh anggota yang tertua dan yang termuda usianya, yang disebut Pimpinan Sementara.
(4) Dalam hal anggota yang tertua dan/atau yang termuda usianya sebagaimana yang dimaksud ayat (3) berhalangan hadir, maka yang bersangkutan diganti oleh anggota yang tertua dan/atau termuda usianya di antara yang hadir dalam rapat tersebut.
(5) Tata cara pemilihan Pimpinan MPR diatur dalam Peraturan Tata Tertib MPR.
(1) Dalam rangka pelaksanaan tugas dan wewenang MPR, Pimpinan MPR membentuk Badan Pekerja MPR.
(2) Susunan anggota, tugas, dan wewenang Badan Pekerja MPR diatur dalam Peraturan Tata Tertib MPR.
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
(1) Pengisian Anggota DPR dilakukan berdasarkan hasil Pemilihan Umum dan pengangkatan.
(2) DPR terdiri atas:
a. anggota partai politik hasil Pemilihan Umum;
b. anggota ABRI yang diangkat.
(3) Jumlah Anggota DPR adalah 500 orang dengan rincian:
a. anggota partai politik hasil Pemilihan Umum, sebanyak 462 orang;
b. anggota ABRI yang diangkat, sebanyak 38 orang.
(1) Untuk dapat menjadi Anggota DPR, seseorang harus memenuhi syarat‑syarat sebagaimana yang dimaksud Pasal 3 ayat (1) dan ayat (2).
(2) Keanggotaan DPR diresmikan secara administrasi dengan Keputusan Presiden sebagai Kepala Negara.
Masa keanggotaan DPR adalah 5 (lima) tahun, dan berakhir bersama‑sama pada saat Anggota DPR yang baru mengucapkan sumpah/janji.
(1) Anggota DPR berhenti antarwaktu sebagai anggota karena:
a. meninggal dunia;
b. permintaan sendiri secara tertulis kepada Pimpinan DPR;
c. bertempat tinggal di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;
d. tidak lagi memenuhi syarat‑syarat sebagaimana yang dimaksud Pasal 3 ayat (1) berdasarkan keterangan yang berwajib;
e. dinyatakan melanggar sumpah/janji sebagai wakil rakyat dengan keputusan DPR;
f. terkena larangan perangkapan jabatan sebagaimana yang dimaksud Pasal 41 ayat (2) dan ayat (3);
g. diganti menurut Pasal 42 undang‑undang ini.
(2) Anggota DPR yang berhenti antarwaktu sebagaimana yang dimaksud ayat (1) digantikan oleh:
a. calon yang diusulkan Dewan Pimpinan Partai Politik tingkat pusat yang bersangkutan yang diambil dari daftar calon tetap wakil partai politik dari daerah pemilihan yang sama dengan yang digantikannya;
b. calon yang diajukan oleh Pimpinan ABRI bagi Anggota DPR yang berasal dari ABRI.
(3) Anggota pengganti antarwaktu menyelesaikan masa kerja anggota yang digantikannya.
(4) Tata cara penggantian sebagaimana yang dimaksud ayat (2) ditetapkan oleh KPU.
(5) Pemberhentian anggota karena tidak memenuhi lagi syarat sebagaimana yang dimaksud Pasal 3 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf e, dan/atau huruf f, dan/atau karena yang bersangkutan melanggar sumpah/janji Anggota DPR sebagaimana yang dimaksud Pasal 16, dan/atau diberhentikan menurut Pasal 42 undang‑undang ini adalah pemberhentian dengan tidak hormat.
(1) Sebelum memangku jabatannya Anggota DPR bersumpah/berjanji bersama‑sama, yang pengucapannya dipandu oleh Ketua Mahkamah Agung dalam Rapat Paripurna untuk peresmian anggota yang dihadiri oleh anggota‑anggota yang sudah ditetapkan menurut peraturan perundang‑undangan yang berlaku serta dipimpin oleh anggota tertua dan termuda usianya.
(2) Ketua DPR atau Anggota Pimpinan yang lain memandu pengucapan sumpah/janji anggota yang belum bersumpah/berjanji sebagaimana yang dimaksud ayat (1).
(3) Tata cara pengucapan sumpah/janji diatur dalam Peraturan Tata Tertib DPR.
Bunyi Sumpah/Janji sebagaimana yang dimaksud Pasal 15 adalah sebagai berikut:
"Demi Allah (Tuhan) saya bersumpah/berjanji:
bahwa saya akan memenuhi kewajiban saya sebagai anggota (Ketua/Wakil Ketua) Dewan Perwakilan Rakyat dengan sebaik‑baiknya dan seadil‑adilnya;
bahwa saya akan memegang teguh Pancasila dan menegakkan Undang‑Undang Dasar 1945 serta peraturan perundang‑undangan yang berlaku;
bahwa saya akan menegakkan kehidupan demokrasi serta berbakti kepada Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia."
(1) Pimpinan DPR bersifat kolektif terdiri atas seorang Ketua dan sebanyak‑banyaknya 4 (empat) orang Wakil Ketua yang mencerminkan fraksi‑fraksi berdasarkan urutan besarnya jumlah anggota fraksi.
(2) Pimpinan DPR terpisah dari Pimpinan MPR.
(3) Selama Pimpinan DPR belum terbentuk, rapat‑rapatnya untuk sementara waktu dipimpin oleh anggota yang tertua dan yang termuda usianya, yang disebut Pimpinan Sementara.
(4) Dalam hal anggota yang tertua dan/atau yang termuda usianya sebagaimana yang dimaksud ayat (3) berhalangan, sebagai penggantinya adalah anggota yang tertua dan/atau termuda usianya di antara yang hadir dalam rapat tersebut.
(5) Tata cara pemilihan Pimpinan DPR diatur dalam Peraturan Tata Tertib DPR.
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH TINGKAT I
(1) Pengisian Anggota DPRD I dilakukan berdasarkan hasil Pemilihan Umum dan pengangkatan.
(2) DPRD I terdiri atas:
a. anggota partai politik hasil Pemilihan Umum;
b. anggota ABRI yang diangkat.
(3) Jumlah Anggota DPRD I ditetapkan sekurang‑kurangnya 45 orang dan sebanyak‑banyaknya 100 orang termasuk 10% anggota ABRI yang diangkat.
(1) Untuk dapat menjadi Anggota DPRD I, seseorang harus memenuhi syarat‑syarat sebagaimana yang dimaksud Pasal 3 ayat (1).
(2) Anggota DPRD I harus bertempat tinggal di dalam wilayah Daerah Tingkat I yang bersangkutan.
(3) Keanggotaan DPRD I diresmikan secara administrasi dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden sebagai Kepala Negara.
Masa keanggotaan DPRD I adalah 5 (lima) tahun, dan berakhir bersama‑sama pada saat Anggota DPRD I yang baru mengucapkan sumpah/janji.
(1) Anggota DPRD I berhenti antarwaktu sebagai anggota karena:
a. meninggal dunia;
b. permintaan sendiri secara tertulis kepada Pimpinan DPRD I;
c. bertempat tinggal di luar wilayah Daerah Tingkat I yang bersangkutan;
d. tidak lagi memenuhi syarat‑syarat sebagaimana yang dimaksud Pasal 3 ayat (1) berdasarkan keterangan yang berwajib;
e. dinyatakan melanggar sumpah/janji sebagai Anggota DPRD I;
f. terkena larangan perangkapan jabatan sebagaimana yang dimaksud Pasal 41 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4);
g. diganti menurut Pasal 42 undang‑undang ini.
(2) Anggota DPRD I yang berhenti antarwaktu sebagaimana yang dimaksud ayat (1) digantikan oleh:
a. calon yang diusulkan Dewan Pimpinan Partai Politik di Daerah Tingkat I yang bersangkutan yang diambil dari daftar calon tetap wakil partai politik dari daerah pemilihan yang sama;
b. calon yang diajukan oleh Pimpinan ABRI bagi anggota DPRD I yang berasal dari ABRI.
(3) Anggota pengganti antarwaktu menyelesaikan masa kerja anggota yang digantikannya.
(4) Pemberhentian DPRD I diresmikan secara administrasi dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden sebagai Kepala Negara.
(5) Pemberhentian anggota karena tidak memenuhi lagi syarat sebagaimana yang dimaksud Pasal 3 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf e, dan/atau huruf f, dan/atau karena yang bersangkutan melanggar sumpah/janji Anggota DPRD I sebagaimana yang dimaksud Pasal 23, dan/atau diberhentikan menurut Pasal 42 undang‑undang ini adalah pemberhentian dengan tidak hormat.
(1) Sebelum memangku jabatannya Anggota DPRD I bersumpah/berjanji bersama‑sama, yang pengucapannya dipandu oleh Ketua Pengadilan Tinggi dalam Rapat Paripurna untuk peresmian anggota yang dihadiri oleh anggota‑anggota yang sudah ditetapkan menurut peraturan perundang‑undangan yang berlaku serta dipimpin oleh anggota tertua dan termuda usianya.
(2) Ketua DPRD I atau Anggota Pimpinan yang lain memandu pengucapan sumpah/janji anggota yang belum bersumpah/berjanji sebagaimana yang dimaksud ayat (1).
(3) Tata cara pengucapan sumpah/janji diatur dalam Peraturan Tata Tertib DPRD I.
Bunyi Sumpah/Janji sebagaimana yang dimaksud Pasal 22 adalah sebagai berikut:
"Demi Allah (Tuhan) saya bersumpah/berjanji:
bahwa saya akan memenuhi kewajiban saya sebagai anggota (Ketua/Wakil Ketua) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tingkat I dengan sebaik‑baiknya dan seadil‑adilnya;
bahwa saya akan memegang teguh Pancasila dan menegakkan Undang‑Undang Dasar 1945 serta peraturan perundang‑undangan yang berlaku;
bahwa saya akan menegakkan kehidupan demokrasi serta berbakti kepada Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia."
(1) Pimpinan DPRD I bersifat kolektif terdiri atas seorang Ketua dan sebanyak‑banyaknya tiga orang Wakil Ketua yang mencerminkan fraksi‑fraksi berdasarkan urutan besarnya jumlah anggota fraksi.
(2) Selama Pimpinan DPRD I belum terbentuk, rapat‑rapatnya untuk sementara waktu dipimpin oleh anggota yang tertua usianya dibantu oleh anggota termuda usianya.
(3) Dalam hal anggota yang tertua dan/atau yang termuda usianya sebagaimana yang dimaksud ayat (2) berhalangan, sebagai penggantinya adalah anggota yang tertua dan/atau termuda usianya di antara yang hadir dalam rapat tersebut.
(4) Tata cara Pemilihan Umum DPRD I diatur dalam Peraturan Tata Tertib DPRD I.
(1) Pengisian Anggota DPRD II dilakukan berdasarkan hasil Pemilihan Umum dan pengangkatan.
(2) DPRD II terdiri atas:
a. anggota partai politik hasil Pemilihan Umum;
b. anggota ABRI yang diangkat.
(3) Jumlah Anggota DPRD II ditetapkan sekurang‑kurangnya 20 orang dan sebanyak‑banyaknya 45 orang termasuk 10% anggota ABRI yang diangkat.
(1) Untuk dapat menjadi Anggota DPRD II, seseorang harus memenuhi syarat‑syarat sebagaimana yang dimaksud Pasal 3 ayat (1).
(2) Anggota DPRD II harus bertempat tinggal di dalam wilayah Daerah Tingkat II yang bersangkutan.
(3) Keanggotaan DPRD II diresmikan secara administrasi dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden sebagai Kepala Negara.
Masa keanggotaan DPRD II adalah 5 (lima) tahun, dan berakhir bersama‑sama pada saat Anggota DPRD II yang baru mengucapkan sumpah/janji.
(1) Anggota DPRD II berhenti antarwaktu sebagai anggota karena:
a. meninggal dunia;
b. permintaan sendiri secara tertulis kepada Pimpinan DPRD II;
c. bertempat tinggal di luar wilayah Daerah Tingkat I yang bersangkutan;
d. tidak lagi memenuhi syarat‑syarat sebagaimana yang dimaksud Pasal 3 ayat (1) berdasarkan keterangan yang berwajib;
e. dinyatakan melanggar sumpah/janji sebagai Anggota DPRD II;
f. terkena larangan perangkapan jabatan sebagaimana yang dimaksud Pasal 41 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4);
g. diganti menurut Pasal 42 undang‑undang ini.
(2) Anggota DPRD II yang berhenti antarwaktu sebagaimana yang dimaksud ayat (1) digantikan oleh:
a. calon yang diusulkan Dewan Pimpinan Partai Politik di Daerah Tingkat II yang bersangkutan yang diambil dari daftar calon tetap wakil partai politik dari daerah pemilihan yang sama;
b. calon yang diajukan oleh Pimpinan ABRI bagi anggota DPRD II yang berasal dari ABRI.
(3) Anggota pengganti antarwaktu menyelesaikan masa kerja anggota yang digantikannya.
(4) Pemberhentian Anggota DPRD II diresmikan secara administrasi dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden sebagai Kepala Negara.
(5) Pemberhentian anggota karena tidak memenuhi lagi syarat sebagaimana yang dimaksud Pasal 3 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf e, dan/atau huruf f, dan/atau karena yang bersangkutan melanggar sumpah/janji Anggota DPRD II sebagaimana yang dimaksud Pasal 30, dan/atau diberhentikan menurut Pasal 42 undang‑undang ini adalah pemberhentian dengan tidak hormat.
(1) Sebelum memangku jabatannya Anggota DPRD II bersumpah/berjanji bersama‑sama, yang pengucapannya dipandu oleh Ketua Pengadilan Tinggi dalam Rapat Paripurna untuk peresmian anggota yang dihadiri oleh anggota‑anggota yang sudah ditetapkan menurut peraturan perundang‑undangan yang berlaku serta dipimpin oleh anggota tertua dan termuda usianya.
(2) Ketua DPRD II atau Anggota Pimpinan yang lain memandu pengucapan sumpah/janji anggota yang belum bersumpah/berjanji sebagaimana yang dimaksud ayat (1).
(3) Tata cara pengucapan sumpah/janji diatur dalam Peraturan Tata Tertib DPRD II.
Bunyi Sumpah/Janji sebagaimana yang dimaksud Pasal 22 adalah sebagai berikut:
"Demi Allah (Tuhan) saya bersumpah/berjanji:
bahwa saya akan memenuhi kewajiban saya sebagai anggota (Ketua/Wakil Ketua) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tingkat II dengan sebaik‑baiknya dan seadil‑adilnya;
bahwa saya akan memegang teguh Pancasila dan menegakkan Undang‑Undang Dasar 1945 serta peraturan perundang‑undangan yang berlaku;
bahwa saya akan menegakkan kehidupan demokrasi serta berbakti kepada Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia."
(1) Pimpinan DPRD II bersifat kolektif terdiri atas seorang Ketua dan sebanyak‑banyaknya 3 (tiga) orang Wakil Ketua yang mencerminkan fraksi‑fraksi berdasarkan urutan besarnya jumlah anggota fraksi.
(2) Selama Pimpinan DPRD II belum terbentuk, rapat‑rapatnya untuk sementara waktu dipimpin oleh anggota yang tertua usianya dibantu oleh anggota termuda usianya.
(3) Dalam hal anggota yang tertua dan/atau yang termuda usianya sebagaimana yang dimaksud ayat (2) berhalangan, sebagai penggantinya adalah anggota yang tertua dan/atau termuda usianya di antara yang hadir dalam rapat tersebut.
(4) Tata cara Pemilihan Umum DPRD II diatur dalam Peraturan Tata Tertib DPRD II.
KEDUDUKAN MPR, DPR, DAN DPRD
Tugas, Wewenang, dan Hak MPR, DPR, dan DPRD
(1) MPR, sebagai penjelmaan seluruh rakyat Indonesia, merupakan lembaga tertinggi negara dan pemegang serta pelaksana sepenuhnya kedaulatan rakyat.
(2) MPR mempunyai tugas dan wewenang sebagaimana yang diatur dalam Undang‑Undang Dasar 1945.
(3) Untuk melaksanakan tugas dan wewenangnya, MPR mempunyai hak sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Tata Tertib MPR.
(1) DPR, sebagai lembaga tinggi negara, merupakan wahana untuk melaksanakan demokrasi berdasarkan Pancasila.
(2) DPR mempunyai tugas dan wewenang:
a. bersama‑sama dengan Presiden membentuk undang‑undang;
b. bersama‑sama dengan Presiden menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;
c. melaksanakan pengawasan terhadap:
1) pelaksanaan undang‑undang;
2) pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;
3) kebijakan Pemerintah sesuai dengan jiwa Undang‑Undang Dasar 1945 dan Ketetapan MPR;
d. membahas hasil pemeriksaan atas pertanggungjawaban keuangan negara yang diberitahukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan, yang disampaikan dalam Rapat Paripurna DPR, untuk dipergunakan sebagai bahan pengawasan;
e. membahas untuk meratifikasi dan/atau memberi persetujuan atas pernyataan perang serta pembuatan perdamaian dan perjanjian dengan negara lain yang dilakukan oleh Presiden;
f. menampung dan menindaklanjuti aspirasi dan pengaduan masyarakat;
g. melaksanakan hal‑hal yang ditugaskan oleh Ketetapan MPR dan/atau undang‑undang kepada DPR.
(3) Untuk melaksanakan tugas dan wewenang sebagaimana yang dimaksud ayat (2), DPR mempunyai hak:
a. meminta keterangan kepada Presiden;
b. mengadakan penyelidikan;
c. mengadakan perubahan atas rancangan undang‑undang;
d. mengajukan pernyataan pendapat;
e. mengajukan rancangan undang‑undang;
f. mengajukan/menganjurkan seseorang untuk jabatan tertentu jika ditentukan oleh suatu peraturan perundang‑undangan;
g. menentukan anggaran DPR.
(4) Selain hak‑hak DPR sebagaimana yang dimaksud ayat (3), yang pada hakekatnya merupakan hak‑hak anggota, Anggota DPR juga mempunyai hak :
a. mengajukan pertanyaan;
c. keuangan/administrasi.
(5) Pelaksanaan sebagaimana yang dimaksud ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur dalam Peraturan Tata Tertib DPR.
(1) DPRD, sebagai lembaga perwakilan rakyat di daerah, merupakan wahana untuk melaksanakan demokrasi berdasarkan Pancasila.
(2) DPRD mempunyai tugas dan wewenang:
a. memilih Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati, dan Walikota/Wakil Walikota;
b. mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati, dan Walikota/Wakil Walikota kepada Presiden;
c. bersama dengan Gubernur, Bupati, dan Walikota menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;
d. bersama dengan Gubernur, Bupati, dan Walikota membentuk peraturan daerah;
e. melaksanakan pengawasan terhadap;
1) pelaksanaan peraturan daerah dan peraturan perundang‑undangan lain;
2) pelaksanaan peraturan‑peraturan dan keputusan Gubernur, Bupati, dan Walikota;
3) pelaksanaan peraturan‑peraturan dan keputusan Gubernur, Bupati, dan Walikota;
4) kebijakan Pemerintah Daerah yang disesuaikan dengan pola dasar pembangunan daerah;
5) pelaksanaan kerja sama internasional di daerah;
f. memberikan pendapat dan pertimbangan kepada Pemerintah terhadap rencana perjanjian internasional yang menyangkut kepentingan daerah;
g. menampung dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat;
(3) Untuk melaksanakan tugas dan wewenang sebagaimana yang dimaksud ayat (2), DPRD mempunyai hak:
a. meminta pertanggungjawaban Gubernur, Bupati, dan Walikota;
b. meminta keterangan kepada Pemerintah Daerah;
c. mengadakan penyelidikan;
d. mengadakan perubahan atas rancangan peraturan daerah;
e. mengajukan pernyataan pendapat;
f. mengajukan rancangan peraturan daerah;
g. menentukan anggaran DPRD.
(4) Selain hak‑hak DPRD sebagaimana yang dimaksud ayat (3), yang pada hakekatnya merupakan hak‑hak anggota, Anggota DPRD juga mempunyai hak:
a. mengajukan pertanyaan;
c. keuangan/administrasi.
(5) Pelaksanaan sebagaimana yang dimaksud ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur dalam Peraturan Tata Tertib DPRD.
(1) DPR dan DPRD, dalam melaksanakan fungsinya sesuai dengan tingkatannya masing‑masing, berhak meminta pejabat negara, pejabat pemerintah, atau warga masyarakat untuk memberikan keterangan tentang sesuatu hal yang perlu ditangani demi kepentingan negara, bangsa, pemerintahan, dan pembangunan.
(2) Pejabat negara, pejabat pemerintah, atau warga masyarakat yang menolak permintaan sebagaimana yang dimaksud ayat (1) diancam karena merendahkan martabat dan kehormatan DPR dan DPRD dengan pidana kurungan paling lama 1 tahun.
(3) Pelaksanaan hak sebagaimana yang dimaksud ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam Peraturan Tata Tertib DPR dan DPRD.
(1) Perjanjian‑perjanjian internasional yang menyangkut kepentingan hajat hidup orang banyak, bangsa, dan negara baik di bidang politik, keamanan, sosial budaya, ekonomi, maupun keuangan yang dilakukan Pemerintah memerlukan persetujuan DPR sesuai dengan peraturan perundang‑undangan yang berlaku.
(2) Dalam hal kerjasama internasional yang berkaitan dengan kepentingan daerah, Pemerintah wajib memperhatikan sungguh‑sungguh suara dari Pemerintah Daerah dan DPRD.
Alat Kelengkapan MPR, DPR, dan DPRD
(1) Alat kelengkapan MPR terdiri atas:
(2) Alat kelengkapan DPR terdiri atas:
b. Komisi dan Subkomisi;
c. Badan Musyawarah, Badan Urusan Rumah Tangga, Badan Kerja Sama Antar‑Parlemen, dan badan lain yang dianggap perlu;
d. Panitia‑Panitia.
(3) Alat kelengkapan DPRD terdiri atas:
c. Panitia‑Panitia.
(4) Selain alat kelengkapan sebagaimana yang dimaksud ayat (2) dan ayat (3), DPR, dan DPRD membentuk fraksi‑fraksi.
(5) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana yang dimaksud ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur dalam Peraturan Tata Tertib MPR, DPR, dan DPRD.
Kekebalan Anggota MPR, DPR, dan DPRD
(1) Anggota MPR, DPR, dan DPRD tidak dapat dituntut di muka Pengadilan karena pernyataan dan/atau pendapat yang dikemukakan dalam rapat MPR, DPR, dan DPRD, baik terbuka maupun tertutup, yang diajukannya secara lisan ataupun tertulis, kecuali jika yang bersangkutan mengumumkan apa yang disepakati dalam rapat tertutup untuk dirahasiakan atau hal‑hal yang dimaksud oleh ketentuan mengenai pengumuman rahasia negara dalam Buku Kedua Bab I KUHP.
(2) Anggota MPR, DPR, dan DPRD tidak dapat diganti antarwaktu karena pernyataan dan/atau pendapat yang dikemukakan dalam rapat‑rapat MPR, DPR, dan DPRD.
Kedudukan Protokoler dan Keuangan
Kedudukan protokoler dan keuangan Pimpinan dan Anggota MPR, DPR, dan DPRD diatur oleh masing‑masing badan tersebut bersama‑sama Pemerintah sesuai dengan peraturan perundang‑undangan yang berlaku.
Peraturan Tata Tertib
Peraturan Tata Tertib MPR, DPR, dan DPRD ditentukan sendiri oleh masing‑masing lembaga tersebut.
LARANGAN DAN PENYIDIKAN TERHADAP ANGGOTA
(1) Keanggotaan MPR tidak boleh dirangkap oleh:
b. pejabat struktural pada pemerintahan;
c. pejabat pada lembaga peradilan;
d. pejabat lain sebagaimana yang diatur dalam peraturan perundang‑undangan yang berlaku.
(2) Keanggotaan DPR dan DPRD tidak boleh dirangkap dengan jabatan apapun di lingkungan pemerintahan dan peradilan pada semua tingkatan.
(3) Keanggotaan DPR tidak boleh dirangkap dengan keanggotaan DPRD atau sebaliknya.
(4) Keanggotaan DPRD di suatu daerah tidak boleh dirangkap dengan keanggotaan DPRD dari daerah lain.
(1) Anggota DPR dan DPRD dilarang melakukan pekerjaan/usaha yang biayanya berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
(2) Pelanggaran sebagaimana yang dimaksud ayat (1) dapat dikenakan sanksi sampai dengan diberhentikan sebagai Anggota DPR dan DPRD.
(3) Penerapan sanksi atas pelanggaran ketentuan sebagaimana yang dimaksud ayat (1), dilaksanakan secara administrasi oleh Pimpinan DPR dan DPRD atas usul dan pertimbangan fraksi yang bersangkutan setelah mendengar pertimbangan dan penilaian dari badan yang dibentuk khusus untuk itu.
(4) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana yang dimaksud ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dalam Peraturan Tata Tertib DPR dan DPRD.
Dalam hal seorang Anggota MPR, DPR, dan DPRD patut disangka telah melakukan perbuatan pidana, maka pemanggilan, permintaan keterangan, dan penyidikan harus mendapat persetujuan tertulis Presiden bagi Anggota MPR dan DPR, persetujuan tertulis Menteri Dalam Negeri bagi Anggota DPRD I, dan persetujuan tertulis Gubernur bagi Anggota DPRD II sesuai dengan peraturan perundang‑undangan yang berlaku.
Anggota MPR, DPR, dan DPRD periode Tahun 1997‑2002 berakhir keanggotaannya secara bersama‑sama pada saat Anggota MPR, DPR, dan DPRD yang baru hasil Pemilihan Umum Tahun 1999 mengucapkan sumpah/janji.
Khusus pengisian Anggota MPR hasil Pemilihan Umum Tahun 1999 dari Utusan Golongan sebagaimana yang dimaksud Pasal 2 ayat (2) huruf c, ayat (5), dan ayat (6) diatur sebagai berikut:
a. KPU menetapkan jenis dan jumlah wakil masing‑masing golongan;
b. Utusan Golongan sebagaimana yang dimaksud huruf a diusulkan oleh golongannya masing‑masing kepada KPU untuk ditetapkan yang selanjutnya diresmikan secara administrasi dengan Keputusan Presiden sebagai Kepala Negara;
c. Tata cara penetapan Anggota MPR dari Utusan Golongan sebagaimana yang dimaksud huruf a dan huruf b diatur lebih lanjut oleh KPU.
Pelaksanaan tugas, wewenang, dan hak DPRD sebagaimana yang dimaksud Pasal 34 mulai berlaku, pada saat berlakunya undang‑undang mengenai pemerintahan daerah, sebagai pengganti Undang‑undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok‑Pokok Pemerintahan di Daerah.
Dengan berlakunya undang‑undang ini, maka Undang‑undang Nomor 16 Tahun 1969 tentang Susunan dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang‑undang Nomor 5 Tahun 1995 dinyatakan tidak berlaku lagi.
Undang‑Undang ini dapat disebut Undang‑undang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, dan DPRD.
Undang‑undang ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan undang‑undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
pada tanggal 1 Februari 1999
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
BACHARUDDIN JUSUF HABIBIE
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 1 Februari 1999
MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1999 NOMOR 24
UNDANG‑UNDANG REPUBLIK INDONESIA
SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT,
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
Menurut Undang‑Undang Dasar 1945, kekuasaan tertinggi dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia dilaksanakan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat berdasarkan asas kedaulatan rakyat dengan hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Keanggotaan MPR itu terdiri atas anggota DPR ditambah dengan Utusan Daerah dan Utusan Golongan sehingga seluruh rakyat, seluruh golongan, dan seluruh daerah mempunyai wakil dalam MPR dan MPR betul‑betul merupakan penjelmaan rakyat.
Sejalan dengan hal itu, pemerintahan negara dan pemerintahan daerah juga diselenggarakan dengan dasar dan sendi permusyawaratan/perwakilan sehingga diperlukan adanya badan permusyawaratan/perwakilan, yaitu MPR, DPR, dan DPRD, yang sesuai dengan kewenangan dan lingkup tugas masing‑masing, mewakili rakyat dalam membentuk pemerintahan dan menyusun peraturan perundang‑undangan.
Agar lebih mampu mencerminkan penegakan kedaulatan rakyat, Undang‑undang tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, dan DPRD yang ada perlu diganti.
Penggantian undang‑undang tersebut dimaksudkan untuk lebih menjamin keterwakilan penduduk dan daerah, menjamin pertanggungjawaban wakil rakyat kepada pemilihnya, menjamin keberdayaan MPR, DPR, dan DPRD dalam melaksanakan tugas, wewenang serta haknya, dan mengembangkan kemitraan dan kesetaraan dengan lembaga eksekutif, sehingga kualitas dan kinerja MPR, DPR, dan DPRD makin meningkat.
Pembaruan dalam Undang‑Undang ini cukup mendasar; tidak hanya mencakup komposisi dan jumlah anggota MPR, DPR, dan DPRD, tetapi juga menyangkut penjabaran ataupun penegasan tugas, wewenang, dan hak MPR, DPR, dan DPRD, serta perluasan ruang gerak anggota badan‑badan ini untuk melaksanakan hak‑haknya. Pembaruan itu dilakukan karena adanya penggantian undang‑undang mengenai partai politik dan undang‑undang mengenai pemilihan umum.
Dalam rangka menjamin keterwakilan penduduk seperti yang disebutkan di atas, jumlah anggota yang dipilih makin ditingkatkan, sesuai dengan sistem pemilihan umum yang ditetapkan. Prinsip keterwakilan daerah diwujudkan dengan penetapan jumlah yang sama bagi Utusan Daerah di MPR dari setiap Propinsi Daerah Tingkat I. Sementara itu, untuk menjamin keterwakilan golongan‑golongan masyarakat, Utusan Golongan di MPR dipilih dari mereka yang kurang terwakili di DPR.
Rasa tanggung jawab wakil rakyat kepada para pemilihnya ditingkatkan dengan menampilkan wakil yang dikenal oleh rakyat di daerah pemilihannya. Kualitas dan kinerja anggota MPR, DPR, dan DPRD ditingkatkan melalui penetapan persyaratan kemampuan, pengalaman, dan integritas pribadi yang tinggi. Kinerja kelembagaan dicapai dengan menjamin adanya kesempatan yang lebih luas kepada MPR, DPR, dan DPRD untuk melaksanakan tugas, wewenang, dan hak‑haknya.
Pemberdayaan MPR dilaksanakan dengan memisahkan pimpinan MPR dari pimpinan DPR dan membentuk Badan Pekerja MPR yang bersifat tetap. Sementara itu, pemberdayaan DPR dan DPRD dilakukan tidak hanya dengan meningkatkan jumlah anggota DPR dan DPRD yang dipilih, tetapi juga dengan menjabarkan dan menegaskan tugas, wewenang, dan hak‑hak DPR dan DPRD dalam perumusan kebijakan publik, penyusunan anggaran, pengawasan, dan rekomendasi untuk pengisian jabatan tertentu sesuai dengan peraturan perundang‑undangan.
Peraturan Tata Tertib DPR menetapkan kriteria, jenis, dan jumlah wakil masing‑masing golongan secara objektif dan representatif.
Tidak pernah melakukan tindakan atau mengajukan pernyataan yang bertentangan dengan cita‑cita Proklamasi 17 Agustus 1945 sebagaimana yang dirumuskan dalam pembukaan Undang‑Undang Dasar 1945.
Yang dimaksud dengan "terlibat secara langsung dalam G‑30‑S/PKI" adalah:
1) Mereka yang merencanakan, turut merencanakan, atau mengetahui adanya perencanaan G‑30‑S/PKI, tetapi tidak melaporkan kepada pejabat yang berwajib.
2) Mereka yang dengan kesadaran akan tujuannya melakukan kegiatan‑kegiatan dalam pelaksanaan G‑30‑S/PKI tersebut.
Yang dimaksud "terlibat secara tidak langsung dalam G‑30‑S/PKI" adalah:
1) Mereka yang menunjukkan sikap, baik dalam perbuatan atau dalam ucapan‑ucapan, yang bersifat menyetujui G‑30‑S/PKI.
2) Mereka yang secara sadar menunjukkan sikap, baik dalam perbuatan atau dalam ucapan, yang menentang usaha penumpasan G‑30‑S/PKI.
Yang dimaksud dengan organisasi terlarang dalam pasal ini ialah organisasi‑organisasi yang tegas‑tegas dinyatakan terlarang dengan peraturan perundang‑undangan.
Ketentuan‑ketentuan ini tidak berlaku bagi mereka yang berdasarkan suatu peraturan perundang‑undangan telah mendapat amnesti atau abolisi atau grasi.
Dinyatakan dengan surat keterangan dokter yang berwenang.
Proses administrasi dilakukan KPU.
Yang dimaksud "permintaan sendiri" adalah juga permintaan Pimpinan ABRI bagi anggota MPR dari ABRI.
Proses administrasi dilakukan oleh KPU.
Termasuk pengucapan sumpah/janji anggota pengganti antarwaktu.
Pada waktu pengucapan sumpah/janji lazimnya dipakai kata‑kata tertentu sesuai dengan agama masing‑masing, yaitu misalnya untuk penganut agama Islam didahului dengan kata "Demi Allah" dan untuk penganut agama Kristen/Katolik diakhiri dengan kata‑kata "Semoga Tuhan menolong saya".
Badan Pekerja MPR bersifat tetap. Untuk mendukung pelaksanaan tugas pimpinan MPR dan Badan Pekerja MPR dibentuk suatu sekretariat.
Proses administrasi dilakukan oleh KPU.
Yang dimaksud "permintaan sendiri" adalah juga permintaan Pimpinan ABRI bagi anggota DPR dari ABRI.
Termasuk pengucapan sumpah/janji anggota pengganti antarwaktu.
Pada waktu pengucapan sumpah/janji lazimnya dipakai kata‑kata tertentu sesuai dengan agama masing‑masing, yaitu misalnya untuk penganut agama Islam didahului dengan kata "Demi Allah" dan untuk penganut agama Kristen/Katolik diakhiri dengan kata‑kata "Semoga Tuhan menolong saya".
Jumlah Anggota DPRD I ditetapkan berdasarkan jumlah penduduk yaitu:
Sampai dengan 3.000.000 sebanyak 45 orang;
3.000.001 ‑ 5.000.000 sebanyak 55 orang;
5.000.001 ‑ 7.000.000 sebanyak 65 orang;
7.000.001 ‑ 9.000.000 sebanyak 75 orang;
9.000.001 ‑ 12.000.000 sebanyak 100 orang.
Hasil perhitungan 10% dari jumlah Anggota DPRD I yang berasal dari ABRI mulai dari 0,5 ke atas dibulatkan menjadi 1 (satu).
Proses administrasi dilakukan oleh Panitia Pemilihan Daerah Tingkat I.
Yang dimaksud "permintaan sendiri" adalah juga permintaan Pimpinan ABRI bagi anggota DPRD I dari ABRI.
Proses administrasi penggantian antarwaktu Anggota DPRD I dilakukan oleh DPRD I dan pengajuannya dilakukan oleh Gubernur kepada Menteri Dalam Negeri.
Termasuk pengucapan sumpah/janji anggota pengganti antarwaktu.
Pada waktu pengucapan sumpah/janji lazimnya dipakai kata‑kata tertentu sesuai dengan agama masing‑masing, yaitu misalnya untuk penganut agama Islam didahului dengan kata "Demi Allah" dan untuk penganut agama Kristen/Katolik diakhiri dengan kata‑kata "Semoga Tuhan menolong saya".
Jumlah Anggota DPRD II ditetapkan berdasarkan jumlah penduduk yaitu:
Sampai dengan 100.000 sebanyak 20 orang;
100.001 ‑ 200.000 sebanyak 25 orang;
200.001 ‑ 300.000 sebanyak 30 orang;
300.001 ‑ 400.000 sebanyak 35 orang;
400.001 ‑ 500.000 sebanyak 40 orang;
lebih dari 500.000 sebanyak 45 orang.
Hasil perhitungan 10% dari jumlah Anggota DPRD II yang berasal dari ABRI mulai dari 0,5 ke atas dibulatkan menjadi 1 (satu).
Proses administrasi dilakukan oleh Panitia Pemilihan Daerah Tingkat II.
Yang dimaksud "permintaan sendiri" adalah juga permintaan Pimpinan ABRI bagi anggota DPRD II dari ABRI.
Proses administrasi penggantian antarwaktu Anggota DPRD II dilakukan oleh DPRD II dan pengajuannya dilakukan oleh Bupati/Walikotamadya kepada Gubernur.
Termasuk pengucapan sumpah/janji anggota pengganti antarwaktu.
Pada waktu pengucapan sumpah/janji lazimnya dipakai kata‑kata tertentu sesuai dengan agama masing‑masing, yaitu misalnya untuk penganut agama Islam didahului dengan kata "Demi Allah" dan untuk penganut agama Kristen/Katolik diakhiri dengan kata‑kata "Semoga Tuhan menolong saya".
DPRD, sebagai lembaga perwakilan rakyat di daerah, melaksanakan fungsi legislatif sepenuhnya sebagai penjelmaan kedaulatan rakyat di daerah dan berkedudukan sejajar sebagai mitra Pemerintah Daerah serta bukan bagian dari Pemerintah Daerah.
DPR dan DPRD adalah lembaga yang merefleksikan kedaulatan rakyat dalam penyelenggaraan pemerintahan. Oleh karena itu, setiap warganegara wajib menjunjung tinggi kehormatan dan martabat DPR/DPRD dengan memenuhi permintaan lembaga tersebut dan memberi keterangan seperti yang diminta, termasuk menunjukkan dan/atau menyerahkan segala dokumen yang diperlukan.
Badan Pekerja dan Komisi‑komisi dapat membentuk alat kelengkapannya.
Panitia‑panitia sebagai alat kelengkapan DPR dibentuk dan disahkan oleh Rapat Paripurna.
Apabila dipandang perlu dapat dibentuk Subkomisi.
Panitia‑panitia sebagai alat kelengkapan DPRD dibentuk dan disahkan oleh Rapat Paripurna.
Fraksi‑fraksi di DPR dan DPRD mencerminkan konfigurasi politik yang ada di DPR dan DPRD.
Pembentukan fraksi dimaksud agar DPR dan DPRD mampu melaksanakan tugas, wewenang, dan haknya secara optimal dan efektif.
Pengertian "anggota" pada ayat ini termasuk anggota sebagai Pimpinan.
yang dimaksud dengan "rapat" adalah semua rapat MPR, DPR, dan DPRD, baik yang diselenggarakan di dalam maupun di luar gedung MPR, DPR, dan DPRD.
Yang dimaksud dengan peraturan perundang‑undangan yang berlaku termasuk peraturan daerah.
Para pejabat yang dimaksud pada ayat (1) adalah Presiden, Wakil Presiden, Anggota Kabinet, Jaksa Agung, Anggota dan Pimpinan DPA, Anggota dan Pimpinan Mahkamah Agung, Anggota dan Pimpinan BPK, Gubernur Bank Indonesia, Kepala Lembaga Pemerintahan Non‑Departemen, Gubernur dan Wakil Gubernur Kepala Daerah Tingkat I, Bupati/Walikotamadya, Wakil Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II, dan jabatan lain yang tidak boleh dirangkap sebagaimana yang diatur dalam peraturan perundang‑undangan yang berlaku.
Badan khusus yang dibentuk untuk itu bersifat sementara dan berfungsi meneliti pelanggaran yang dilakukan Anggota DPR dan DPRD sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1), sebagai bahan pertimbangan pengambilan tindakan atau untuk merehabilitasi nama baik.
Untuk meneliti pelanggaran lain dapat dibentuk badan khusus.
Persetujuan yang dimaksud adalah persetujuan tertulis langsung tanpa hak substitusi.
Ketentuan ini diperlukan mengingat akan adanya penggantian Undang‑undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok‑pokok Pemerintahan di Daerah.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3811
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI), umumnya disebut Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), adalah salah satu lembaga tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang berupa lembaga perwakilan rakyat. DPR terdiri atas anggota partai politik yang dipilih melalui pemilihan umum. Bersama dengan Dewan Perwakilan Daerah, keduanya membentuk Majelis Permusyawaratan Rakyat.
Badan Kerja Sama Antar-Parlemen
Disingkat BKSAP merupakan alat kelengkapan dewan yang dibentuk menjadi ujung tombak diplomasi parlemen. Sesuai amanat Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, serta Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. BKSAP memiliki fungsi untuk membina, mengembangkan, dan juga meningkatkan hubungan persahabatan dan kerjasana antara DPR dan juga parlemen negara lain, baik secara bilateral maupun multilateral termasuk berbagai organisasi internasional yang menghimpun parlemen serta anggota parlemen.
BKSAP dalam kiprahnya telah menginisiasi DPR RI untuk menjadi tuan rumah Konferensi Parlemen Asia Afrika, World Parliamentary Forum on Sustainable Development dan sidang Indonesia-Pacific Parliamentary Partnership. Selain itu, BKSAP menginisiasi pembentukan struktur khusus yang membahas isu-isu perempuan dalam berbagai organisasi antar parlemen seperti Meeting of Women Parliamentary Union of OIC Member States (PUIC), Meeting of Women Asia Pacific Parliamentary Forum (APPF) serta Meeting of Women Asian Parliamentary Assembly (APA).
Ketua DPR Puan Maharani (tengah) didampingi Menteri Keuangan Sri Mulyani (kiri) dan Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad (kanan) memberikan keterangan pers usai mengadakan rapat konsultasi di Pansus B, Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (16/12/2019). Rapat konsultasi Menteri Keuangan dengan pimpinan DPR, KomisiXI, Komisi VII dan Badan Anggaran (Banggar), membahas mengenai program Omnibus Law dan RUU Prolegnas Prioritas tahun 2020 yang terkait perkembangan makro fiskal dan keuangan negara.
Mahkamah Kehormatan Dewan merupakan alat kelengkapan DPR yang bersifat tetap. DPR telah menetapkan susunan serta keanggotaan Mahkamah Kehormatan Dewan dengan memperhatikan perimbangan dan juga pemerataan jumlah anggota tiap-tiap fraksi pada permulaan masa keanggotaan DPR serta permulaan tahun sidang. Mahkamah Kehormatan Dewan memiliki 17 orang anggota yang ditetapkan dalam Rapat Paripurna pada permulaan masa keanggotaan DPR dan pada permulaan tahun sidang.
Pimpinan Mahkamah Kehormatan Dewan merupakan satu kesatuan pimpinan yang bersifat kolektif serta kolegial, yang terdiri atas satu orang ketua dan empat orang wakil ketua. Pimpinan Mahkamah Kehormatan Dewan dipilih dari dan oleh anggota Mahkamah Kehormatan Dewan, berdasarkan prinsip musyawarah sebagai mufakat serta proporsional dengan memperhatikan keterwakilan perempuan menurut perimbangan jumlah anggota tiap-tiap fraksi. Kemudian, tata cara pelaksanaan tugas Mahkamah Kehormatan Dewan diatur dalam Peraturan DPR RI tentang Tata Beracara Mahkamah Kehormatan Dewan.
Badan Urusan Rumah Tangga
Disingkat BURT dibentuk oleh DPR yang merupakan alat kelengkapan DPR yang bersifat tetap. Penetapan susunan serta keanggotaan BURT pada permulaan masa keanggotaan DPR dan permulaan tahun sidang.
Jumlah anggota BURT ditetapkan dalam rapat paripurna menurut perimbangan serta pemerataan jumlah anggota tiap-tiap fraksi pada permulaan masa keanggotaan DPR dan juga pada permulaan tahun sidang.
Panitia khusus merupakan alat kelengkapan DPR yang bersifat sementara dan dibentuk langsung oleh DPR RI. Penetapan susunan dan keanggotaan panitia khusus berdasarkan perimbangan serta pemerataan jumlah anggota pada tiap fraksi. Jumlah anggota panitia khusus ditetapkan oleh rapat paripurna dengan jumlah maksimal 30 orang anggota. Kemudian, fraksi yang mendapatkan komposisi pimpinan panitia khusus mengajukan satu nama calon pimpinan panitia khusus kepada pimpinan DPR untuk dipilih dalam rapat panitia khusus. Setelah itu, pemilihan pimpinan panitia khusus dilakukan pada rapat panitia khusus yang dipimpin langsung oleh pimpinan DPR setelah penetapan susunan serta keanggotaan panitia khusus.
Panitia khusus melaksanakan tugas tertentu dalam waktu tertentu yang telah ditetapkan pada rapat paripurna serta dapat diperpanjang oleh Badan Musyawarah apabila panitia khusus belum bisa menyelesaikan tugasnya. Kemudian, DPR bisa membubarkan panitia khusus setelah jangka waktu penugasannya berakhir.
Jajaran pimpinan Majelis Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD), yaitu (kiri ke kanan) Surahman Hidayat, wakil ketua Junimart Girsang, wakil ketua Sufmi Dasco Ahmat, wakil ketua Kahar Muzakir, serta anggota Sarifuddin Sudding menunjukkan surat pengunduran diri Setya Novanto sebagai Ketua DPR RI seusai sidang dugaan pelanggaran kode etik oleh Setya Novanto di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (16/12/2015) malam. Sidang MKD dinyatakan ditutup setelah menerima surat pengunduran diri Setya Novanto.
Laman website Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia
UU No. 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, DPRD
UU No. 2 Tahun 2018 Perubahan Kedua UU No. 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, DPRD
UU No. 13 Tahun 2019 Perubahan Ketiga UU No. 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, DPRD
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia atau Ketua DPR RI adalah salah satu dari lima pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang dipilih dari dan oleh anggota DPR. Berdasarkan Pasal 86 UU Nomor 17 Tahun 2014, pimpinan DPR bertugas untuk:[1]
Setelah pemilu tahun 1971 dan terbentuk lembaga kenegaraan MPR/DPR, mulai dikenal seorang ketua dan beberapa wakil ketua MPR/DPR. Jadi, ketua MPR juga merangkap sebagai ketua DPR. Tetapi, semenjak pemilu 1999, pimpinan MPR dan DPR dipisahkan. Jadi sejak 1999, MPR dipimpin oleh seorang ketua dan wakil ketua, serta DPR juga dipimpin oleh seorang ketua dengan beberapa wakil ketua.
Non-partisan / Penugasan Pemerintah